Bismillah…
Dalam kajiannya, Cak Nun sang budayawan seringkali mengingatkan bahwa setidaknya ada tiga (3) analogi benda terkait apa yang kita cari dalam hidup ini, yaitu cangkul, pedang, dan keris. Masing-masing benda ini bukan dilihat dalam arti material bendanya, melainkan analogi terhadap fungsi dan kegunaannya.
Cangkul
Yang pertama adalah cangkul. Dalam representatif penggunaannya, cangkul adalah fungsi ekonomi. Cangkul digunakan untuk bekerja, bertani, berkebun, dan berbagai aktivitas lain yang melibatkan hasil berupa kenaikan tingkat ekonomi atau dalam arti lugasnya, uang. Itulah sebabnya banyak diantara kita yang sering menggunakan istilah “kembali nyangkul” setelah masa libur panjang. Yang artinya kembali bekerja.
Pedang
Yang berikutnya adalah pedang. Umumnya, pedang adalah senjata (Jawa: gaman). Orang yang mempunyai senjata pada dasarnya akan lebih mempunyai kekuasaan dibanding orang lain yang tidak punya senjata, atau yang senjatanya kalah tajam atau kalah canggih. Orang yang mempunyai senjata akan cenderung merasa lebih kuat dibanding yang lain. Orang yang mempunyai senjata bisa mengatur orang lain dengan kuasanya. Itulah pedang, yang mewakili fungsi kekuasaan, kekuatan, power, jabatan, tahta, atau pangkat. Menjadi presiden, menteri, gubernur, berpangkat jenderal, mayor, menjadi pimpinan ormas, menjadi ketua genk adalah beberapa contoh pedang. Jadi mencari pedang artinya sama dengan meraih kekuasaan dan kekuatan.
Keris
Yang terakhir adalah keris. Kita tahu bahwa keris sejatinya adalah benda pusaka, bukan difungsikan semata-mata sebagai senjata. Ada yang bengkok, ada yang bergerigi, ada yang sangat tajam, dan ada juga yang sudah berkarat. Ada yang mempunyai pahatan sangat detail hingga orang yang melihatnya pun sampai terkagum-kagum. Ada yang mempunyai kekuatan gaib hingga kebanyakan orang tidak akan paham di luar nalar. Ada pula yang menjadi simbol kebanggaan si empunya hingga tidak satu pun orang lain boleh memegangnya. Itulah keris sebagai benda pusaka. Bentuknya bisa bermacam-macam. Keanehannya bisa sangat mendalam. Orang lain belum tentu “paham” dengan sifat material dan spiritualnya. Itulah mengapa keris dapat direpresentasikan sebagai fungsi maknawi atau meaning.
Pilih Mana?
Sebelum memilih benda mana yang perlu dicari, ada baiknya kita mengetahui sunnahnya terlebih dahulu.
1. Jika kita hanya mencari cangkul, maka yang didapat hanyalah cangkul.
2. Jika kita mengejar pedang, maka kita akan mendapat pedang dan juga akan mendapat cangkul.
3. Jika kita berusaha meraih keris, maka insya Allah dengan izinNya kita akan mendapat ketiganya.
Sayangnya, sebagian besar dari kita HANYA mencari cangkul. Apapun pekerjaannya, mau pilot, mau dokter, mau insinyur, mau buruh, kebanyakan hanya mengejar cangkul. Mau menterinya, mau gubernurnya, mau camatnya, bahkan ketua RT/RWnya pun hanya bertujuan nyangkul. Yang lebih ngeri, orang-orang yang seharusnya menjadi figur publik dan teladan masyarakat, seperti selebritis, ustadz kondang, para penegak hukum, dan sebagian besar insan media semua bertujuan sama, ujung-ujungnya cangkul. Rupanya akan lebih dilanggengkan lagi dengan adanya budaya profesionalisme kerja kita yang serba dituntut untuk bisa menjadi superman, serba bisa, dan PALU GADA (apa yang lu minta, gw ada). Tidak usah jauh-jauh, coba tanya anak-anak kita yang sedang mengenyam pendidikan formal SMA sederajat dan perguruan tinggi, untuk apa sekolah tinggi-tinggi? Rata-rata jawabannya pasti tidak akan jauh-jauh dari fungsi cangkul. Biar bisa dapat pekerjaan yang bagus dan gaji besar. Sehingga jangan heran jika sekarang di luar negeri banyak bermunculan keris-keris berkualitas tinggi sesuai dengan bidangnya, tidak seperti di negara kita. Entah apakah karena kitanya sendiri yang meminta kondisi seperti itu, ataukah dipaksa karena keadaan yang direkayasa oleh segelintir penguasa. Sehingga kita terpaksa nyangkul lagi nyangkul lagi. Jangankan berpikir tentang meaning, tujuan hidup, mencari passion, atau apapun itulah namanya, lha wong buat makan besok saja masih ketar-ketir. Eh, tapi kan rizki sudah ada yang menjamin bukan? Wallahualam.
**sambil berkaca pada diri sendiri yang sepertinya masih berkutat dengan cangkul, cangkul, dan cangkul…
Lalu bagaimana caranya mencari keris, Mbah? Suka dengan tulisan ini soalnya membuat saya jadi merenung banget, menekuri pertanyaan “Sebenernya gue kerja ini buat apa sih? Buat duit doang? Buat pengakuan? Atau…?”. Mencari makna memang paling sulit tapi kalau sekali makna itu ditemukan, kayaknya mencari cangkul atau pedang tak akan menarik lagi… lha wong sudah dapat juga, kan?
LikeLiked by 2 people
Nah… justru itulah… saya juga sedang belajar mengenali keris ini… hehehe
Menurut saya sih, meaning itu bisa macem-macem, bisa berbentuk passion, bisa berbentuk berbuat baik kepada orang lain, bisa berbentuk skill yang jarang dimiliki orang, bisa berbentuk pengabdian, dsb. Tapi pangkalnya berasal dari nurani, bukan nafsu yang ujung-ujungnya kalo bukan uang ya kekuasaan atau kepopuleran. Itu menurut saya lho Gar. Belum tentu bener… hahahaha
LikeLike
Hm, saya tertarik dengan kata “passion”. Entah kenapa saya merasa kalau saya mesti memurnikan niat dulu di dalam bekerja, jadi semua yang artifisial dengan urusan duit ini bisa menyingkir dan saya bisa menjawab pertanyaan yang saya lontarkan di atas itu :hehe :peace.
LikeLiked by 1 person
Ya ya… sepakat kok Gar. Mau kyk gmn juga niat itu penting. Kalo dari awal niatnya ada yg ga bener, sepertinya hasilnya jg ga akan maksimal benernya..
LikeLiked by 1 person
Setuju, Mas.
LikeLiked by 1 person
“cangkul cangkul cangkul yang dalam, menanam jagung di kebun kita….”
Sejatine urip ki gur mampir ngombe.
ayoo kerja!
* asah keris
LikeLiked by 1 person
Hahaha… sippp… lagu jaman cilik…
LikeLike
Saya juga sering merenungkan ini, dan kalo dipikir-pikir lagi..apakah karena kita ragu akan jaminan-Nya bahwa Ia lah yg mencukupkan kita?Hmmm…
LikeLiked by 1 person
Yap. Itu yang susah banget buat dipahami. Walaupun kita sudah tau dan mengerti, tapi seringnya masih ragu dengan dalih logika dan nalar yang sudah pasti ada batasnya.
LikeLike
Exactly… padahal cuma perlu yakin ya.
LikeLiked by 1 person
Memelihara iman memang tidak mudah… š kadang naik, kadang turun…
LikeLiked by 1 person
Ngga bisa komentar..cakeeep tulisannya mbah… šššš
LikeLiked by 1 person
Baca sekilas… cakep orangnya… saya sudah ge er… haha.. makasih teh Wie š
LikeLike
Pengen cari keris, tapi belum tahu gimana caranya.
Sementara menikmati dulu baru punya cangkul š
LikeLiked by 1 person
Sipp.. menikmati dan mensyukuri apa yg ada termasuk langkah awal mendapatkan keris menurut saya
LikeLike
Kalo belum bisa dapat keris, nyari akik dulu lah š
LikeLiked by 1 person
Keris motif akik apa akik motif keris.. wkwkwk
LikeLike
Bahkan blog sayah juga masih cangkul ya Mbah. Huhuhu.
LikeLiked by 1 person
Cangkul emas tapinya.. kkk
LikeLike
Dalam pengajian mbah ini. Saya masih nyangkul mbah.
Menurut saya yang awam ini, pemilu adalah ajang orang2 oportunis nyari pedang.
LikeLiked by 1 person
satu pertanyaan mbah, kalo palu dan arit itu apa termasuk juga kedalam kelompok pedang?
dilain tempat palu itu termasuk cangkul, misal tukang kayu mesti pakai palu.
LikeLiked by 1 person
Hmm.. kalo itu sepertinya masih masuk kategori cangkul.. bukan dari segi senjatanya, tapi pemanfaatan untuk “nyari nasi”
LikeLike
Menurut saya ya hehe
LikeLike
mungkin karena negara ini agraris jadi masih hobi make cangkul untuk nanam jagung seperti yang di lagu.. ._.
LikeLiked by 1 person
Hihihi.. menanam jagung di kebun kita dong.. ambil cangkulmu ambil cangkulku kita bekerja tak jemu jemu
LikeLiked by 1 person
hehehe. mungkin semacam itu..
LikeLiked by 1 person