Unggah-ungguh di Dunia Maya


Bismillaah…

Sepengetahuan saya, kata unggah-ungguh diambil dari bahasa Jawa yang artinya adab kesopanan, atau sopan santun, atau tatakrama, atau tata cara yang baik dalam berperilaku, berkata, dan bertindak sesuai dengan topik unggah-ungguh-nya. Karena dalam praktiknya biasanya menggunakan konsep hierarki, maka unggah-ungguh secara tidak langsung juga mengacu pada konsep tingkatan penggunaan. Misal, unggah-ungguh cara ngomongnya seorang anak kepada orangtuanya. Atau unggah-ungguh-nya cara memanggil orang yang umurnya lebih tua. Atau unggah-ungguh kita ketika bertemu dengan Presiden. Semua mengacu pada adab ketimuran yang sudah lama dianut oleh orang-orang kita sejak dahulu kala. Di dunia nyata.

Bagaimana halnya dengan kehidupan di dunia maya? Nampaknya ada sedikit perbedaan “norma” dengan yang ada di dunia nyata. Kalau saya amati, sepertinya dunia maya jauh lebih liar, bebas, dan lebih ekspresif. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang saya pikir mungkin semuanya juga sudah pada tahu lah. Saya sering menyebutnya dengan singkatan INSANE. **sebenernya baru kepikiran tadi 😛

ID is something that can not be trusted
No time restrictions
Society is just a set of IDs
Age doesn’t matter
No guarantee of any data usage
Everyone is on one big ocean called internet cloud

ID dalam dunia maya tidak selalu mengacu pada setiap personal di dunia nyata. Setiap orang bisa membuat sebanyak apapun ID yang dia inginkan. Sehingga, ID merupakan sesuatu yang sama sekali tidak bisa dipegang terkait korelasinya dengan individu tertentu. Akibatnya, di internet, semua orang bisa menjadi siapapun dengan topeng ID-nya. Mau berkomunikasi dengan siapa pun, bodo amat, mau asal njeplak kayak bagaimana pun, cuek aja, lha wong anonymous (identitas asli orangnya dirahasiakan atau diisi tapi ngasal). Tipikal seperti ini biasanya kita jumpai di ruang chat terbuka yang salah satunya pernah kita kenal dengan nama IRC. Atau di forum-forum bebas seperti Kaskus dengan ID-ID klonengannya. **sengaja nama Kaskus tidak saya kasih bintang-bintang karena Kaskus adalah salah satu karya anak bangsa yang patut diacungi jempol

Ada kalanya, ID mengikat pada seorang individu tertentu di dunia nyata. Socmed-socmed populer sekarang sudah mengarah ke situ. Hanya saja, yang namanya ID di dunia maya tetaplah sebuah barang yang vulnerable. Riskan untuk dipercaya. Hal ini menyebabkan parameter-parameter turunannya pun juga ikut terbawa. Umur, gender, bahkan lokasi juga tidak ada yang menjamin keabsahannya. Jadi bisa saja, suatu saat saya ngobrol dan berteman dengan orang lain yang mungkin sudah kakek-kakek. Atau bisa jadi someday saya bertransaksi online dengan eks mahasiswa saya menggunakan panggilan akrab “gan” layaknya teman sepantaran. Tapi saya bersyukur di blog dan di beberapa layanan socmed saya masih sering dipanggil “Mas”. 🙄

Norma berinternet, atau yang sudah umum disebut sebagai netiket, hanya sebatas etika penggunaan, dan berlakunya universal. Terlebih menggunakan bahasa inggris basisnya. Jadi sudah tidak ada lagi norma-norma lokal yang bisa diterapkan. Ada. Tapi jarang. Sehingga yang menjadi patokan unggah-ungguh di dunia maya ini lebih ke arah sesuatu yang bisa dinilai via rekam jejak. Bisa dari kompetensi, profesionalisme, atau eksistensi kepopuleran. Yaa, tapi balik lagi, bermacam model caci maki, pisuhan, dan kata-kata kotor akan selalu ditemui di dunia maya. Karena memang dunianya sendiri adalah dunia palsu. Ketika ada saja aib yang terbuka, langsung dihajar abis. Tanpa melihat aib siapa yang ditelanjanginya. Menggunakan nama samaran lagi. Beuh… o_O Kalau ingin melihat jelas betapa brutalnya netizen kita, coba lihat komentar-komentar yang ada di Det*k. Isinya sumpah serapah tak karuan yang sama sekali tidak ada unggah-ungguh-nya.

Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan…

9 thoughts on “Unggah-ungguh di Dunia Maya

  1. Mestinya pers yang menggunakan media online juga menerapkan salah satu elemen dari 10 elemen jurnalisme yaitu Elemen Hati Nurani.
    Pengelola media harus memastikan bahwa medianya bersih dari ajang hujatan, asal njeplak, komen gak sesuai konteks, apalagi yang nyerempet-nyerempet SARA. Dalam hal ini saya melihat media Detik dan Yahoonews sangat lemah dalam penerapan elemen tersebut.

    Like

    1. Ya Mas setuju. Rasanya agak risih membaca begitu banyak komentar tapi isinya hujat sana hujat sini. Awal-awalnya mungkin terhibur (dasar manusia), tapi lama-lama jengah juga. Kok hampir semua bernada flaming. Bahkan beritanya sendiri tidak jarang yang sengaja “dibuat” sedemikian rupa agar mengundang komentar-komentar pedas. CMIIW…

      Like

  2. Kadang suka iseng juga liatin kolom komentar di berita kontroversial. Dan emang salah medianya sendiri yg munculin isu-isu yg menghasut.
    Kalau ada undak-unduk alias unggah-ungguh, bukan internet namanya. Katanya sih ini semestanya freedom of speech, semua orang bebas caci maki.

    Like

    1. Ya begitulah. Internet sebenernya hanya sebatas fasilitas. Konten bergantung ama orang-orangnya. Kalo orangnya pada dasarnya jahat ya jahat aja. Suka caci maki ya caci maki aja terus. Terlebih ada fasilitas yg memudahkan sehingga bisa lempar batu sembunyi tangan. 😀

      Like

  3. wah blognya keren, isinya berata dan berisi. Emang di internet ranah yang orang bisa bebas sebebas-bebasnya. Makanya ati-ati sendiri aja. 😀

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.