semua tentang jodoh bunga

Semua Tentang Jodoh


Bismillah

Tentu kita ingin mempunyai pemimpin sekualitas Abu Bakr Ash Shiddiq. Siapa tak kenal dengan kejujuran dan sifat amanah yang begitu melekat pada dia yang lebih diingat melalui nama kun-yah-nya. Imannya termasyhur, keyakinannya utuh, tak pernah goyah. Dirindukan surga karena selalu membenarkan risalah.

Tentu kita juga merindukan pemimpin sekaliber Umar ibn Al-Khaththab. Siapa yang meragukan ketegasan, keadilan, dan keberaniannya. Hingga hanya tahta berlabel singa padang pasir lah yang pantas disematkan padanya. Walaupun begitu, badannya tunduk bersimpuh tatkala mendengar ayat-ayatNya. Hatinya bergetar dihadapkan pada perhitungan kelak di sana.

Tentu.. kita berharap bisa mengikuti pemimpin sekelas Utsman ibn ‘Affan. Khalayak mengenal sifatnya sebagai khalifah yang sangat dermawan. Harta dunia baginya hanya sebatas genggaman tangan. Dan di tangan itu, lembaran-lembaran wahyu Allah dibukukan. Pantas lah kiranya kalau dunia ditundukkan. Pada hambaNya yang diberi nikmat kaya raya, berkedudukan, dan rupawan.

Tentu kita juga sangat mendambakan pemimpin selevel Ali ibn Abi Thalib. Darinya kita bisa mencontoh kezuhudan yang luar biasa. Jangankan sebongkah emas, istana yang dipersembahkan baginya pun ditolaknya. Mungkin beda adicita mungkin beda pula kacamatanya. Tetap saja kemuliaan itu ada. Karena dia adalah ayah dari dua pemimpin pemuda ahli surga.

Tapi… sudahkah kita bercermin? Pantaskah diri-diri yang jauh panggang dari api ini diayomi oleh pemimpin berkualitas yang begitu dekat dengan Allah? Sebagaimana Abu Bakr yang dekat dengan kasih Allah. Sebagaimana Umar yang begitu bergetar ketika disebut ayat-ayatNya. Sebagaimana Utsman yang kecintaannya kepada Sang Khaliq tidak perlu diragukan. Sebagaimana Ali yang bervisi menghadap Rabbnya di kampung akhirat dalam kondisi sebaik-baik persinggahan dunia. Tentu tidak perlu bertanya kepada rumput yang bergoyang untuk hanya sekadar mengetahui apakah kita siap untuk taat dan dijodohkan dengan pemimpin-pemimpin idaman seperti itu.

Mungkin kita sudah paham, yang namanya jodoh adalah sebuah keniscayaan. Implikasinya melalui kesetaraan dan kepatutan. Jodoh itu sunnatullah. Berjalan sesuai ukuran dan takaran yang menjemputnya. Beriringan dengan rizki hingga tertunaikan sepenuhnya. Menyeluruh padu padan dengan janji-janjiNya yang tidak pernah ingkar. Wa aufuu bi’ahdii uufii bi’ahdikum. Jodoh adalah jembatan kebersamaan tempat bertemunya suami istri. Keshalihan suami adalah jodoh bagi keshalihahan istri. Wa-ththoyyibaatu li-ththoyyibiina wa-ththoyyibuuna li-ththoyyibaati. Maka seyogyanya jodoh suami istri itu terhimpun dalam suatu kebaikan, wa jama’a bainakuma fii khair. Jodoh juga memperjumpakan pengusaha dengan apa-apa yang diamanahkan kepadanya. Kesuksesan bisnis adalah jodoh bagi kepantasan kualitas pengelolanya. Sungguh proses tidak akan pernah berbohong. Proses yang baik akan selalu berjodoh dengan hasil yang baik. Jodoh pulalah yang menjadi wasilah kemesraan pemimpin terhadap yang dipimpinnya. Kesempurnaan pemimpin adalah jodoh bagi kesiapan rakyatnya. Benar kiranya jika ada yang beranggapan bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Karena mustahil ada seorang sebaik-baik pemimpin perang, sang pembebas Konstantinopel, namun tidak diikuti oleh sebaik-baik pasukan.

Sebagaimana Allah menanamkan qada dan qadar pada setiap perjodohanNya. Sebagaimana setiap kebaikan atau keburukan yang walaupun sebesar dzarrah, akan tetap bertemu dengan jodoh balasannya yang setara. Sebagaimana keadilan Allah yang seadil-adilnya menempatkan jodoh pada setiap syariatNya. Maka, sejauh itulah kaki ini melangkah. Mau ataupun tidak. Kita pasti diperjodohkan. Dan jodoh itu pasti adil. Mungkin hanya kedengkian lah yang membuatnya nampak tidak. Sama sekali tidak elok jika keindahan jodoh dinodai oleh prasangka. Rumah tangga akan terkoyak olehnya. Perusahaan akan terpuruk karenanya. Apalagi sebuah negeri. Kalau masih dibangun atas dasar prasangka, apakah layak diperjumpakan dengan jodoh yang dihimpun dalam kebaikan – fii khair? Mau berharap pemimpin yang seperti apa kalau diri ini masih suka menghujat, masih menikmati caci-maki, masih melenggang dengan fitnah sana fitnah sini, dan beraneka macam kepengecutan bertajuk media sosial lainnya.

Sudah. Tahan. Cukup. Kalaupun mengeluh, artinya sama juga 11 12 nyaris tidak ada faedahnya. Karena kekhawatiran itu bisa berbuah nikmat jika diletakkan pada tempatnya. Kenikmatan tiada tara yang terletak antara khouf dan roja’. Antara bimbang dan gamang, “Apakah dia benar-benar jodohku apa bukan ya?“. Sementara tanggal pernikahan sudah tinggal besoknya. Padahal sejatinya itu hanyalah sebuah rasa. Sedangkan tuntunanNya mengatakan, bahwa kita ini hanya hambaNya yang disuruh berbuat ahsan. Bukan malah menghubungi mantan. Astaghfirullah.. mungkin sudah saatnya kita memohon ampun. Atas segala kegaduhan syahwat kekuasaan duniawi yang disebabkan bukan oleh siapa-siapa. Melainkan kebodohan diri sendiri yang tidak menempatkan jodoh pada porsi terbaiknya. Mungkin diri ini memang benar-benar belum siap dipertemukan dengan sebaik-baik jodoh. Sebaik-baik pemimpin yang dijodohkan untuk negeri kita tercinta ini. Tapi tidak perlu berkecil hati. Bersyukur saja atas diamanahkannya negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Yakin saja. Kabar itu benar adanya. Allah tidak salah menurunkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai pembawanya. Jodoh terbaik itu akan datang. Dengan atau tanpa kita. Karena pada hakikatnya jodoh itu adil. Jodoh itu pasti PAS!!


Image Source: https://pixabay.com

9 thoughts on “Semua Tentang Jodoh

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.