gilang dan afi

Gilang dan Afi


Bismillah

Sudah pada familiar kan ya dengan dua nama di atas? Gilang dan Afi, saling membalas terkait pandangannya tentang “warisan” melalui tulisan terbuka yang mendapat tanggapan beragam dari para netizen. Rame banget. Sempat viral bahkan. Tapi mungkin sekarang sudah agak basi kali ya untuk membahasnya. Dan jujur saja saya sebenarnya juga agak tidak terlalu tertarik dalam menanggapinya. Namun, karena ini menyangkut konsep aqidah dan prinsip keimanan yang mana merupakan bahasan sangat sangat serius dalam agama Islam, maka saya pun mau tidak mau harus menyampaikannya. Terlepas apakah kita sependapat atau tidak ya. Kalaupun sepakat alhamdulillah, tidak pun juga tidak apa-apa. Sama sekali tidak ada paksaan di dalamnya.

Oh ya, saya juga sudah pernah menuliskannya via status di salah satu akun media sosial. Namun karena saya rasa memang sangat penting, ya sudah saya copas saja ke sini dengan sedikit penjelasan tambahan dan editing seperlunya. Begini kira-kira ilustrasinya versi saya:

X: Dek, takdir Allah itu mencakup seluruh alam semesta dan segala isinya dengan kadarnya yang sudah ditetapkan sesuai takaran masing-masing. Termasuk umur, rizki, jodoh, kesehatan, juga termasuk WARISAN, entah itu warisan agama, suku, ras, ataupun budaya.

Y: Termasuk kadar keimanan seseorang?

X: Betul, itu juga termasuk.

Y: Kalau begitu Allah ga adil banget dong ya? Menentukan sesuatu yang bahkan hambaNya sendiri tidak bisa atau tidak kuasa memilih, bahkan menentukannya sendiri. Sementara sebagai hamba kita disuruh bertanggung-jawab atas kadar keimanan kita. Jika tidak beriman maka masuk neraka. Jika beriman maka masuk surga.

X: Saya pun tidak berhak menjawabnya, Dek. Di Quran juga sudah jelas tertulis. Hanya saja, pertanyaanmu itulah yang menunjukkan kadar keimananmu saat ini.

Bersyukurlah bagi yang telah diberikan hidayah berupa kadar iman. Karena tidak ada jaminan bahwa setiap butir iman, Allah izinkan untuk terus dan tetap bersemayam di hati kita. Bagi yang merasa belum diberi kadar yang cukup, atau bahkan belum mengenal apa itu iman, ini lho banyak saudara-saudaramu yang sedang menunaikan kewajibannya untuk menyampaikan risalah-risalahNya. Buka mata, buka hati, buka telinga, juga pikiran. Mari terus belajar dalam koridor ilmu, karena iman tanpa ilmu otomatis iman akan tertolak. Doaku, semoga hidayah keimanan tetap tercurah untukmu, dan juga untukku.

Wallahualam

#mikir

28 thoughts on “Gilang dan Afi

  1. Masalahnya dek Afi pake perspektif luas, Kak Gilangnya nanggepi pake perspektif Islam. Yo gak nyambung, mas.

    Like

    1. Masalah bukan jadi masalah kalau kita mengerti domainnya. Kedua-duanya beragama Islam. Maka sudah sewajarnya perspektifnya sama-sama Islam. Dan tidak ada keanehan akan hal itu, karena Islam itu menyeluruh, tidak secuil-secuil. 🙂

      Liked by 3 people

  2. Setuju Mas. tapi, ngomong-ngomong pertanyaannya Afi di tulisannya, saya sendiri pernah ngalamin di umur2 SMP/SMA. Masih mencari tau Islam walaupun sudah Islam di KTP. Mudah2an Afinya pun lambat laun menemukan jawaban yang hakiki

    Liked by 2 people

    1. Betul Mas. Jangankan saya pas masih SMA, saya yang sekarang saja ga berani mengklaim kalau sudah benar-benar paham. Karena hidayah milik Allah. Kita berdoa saja biar kita selalu diberi ketetapan hati agar tetap dalam naungan rahmatNya.

      Liked by 2 people

    1. Saya juga ga sesuai, tapi tidak semata-mata menyalahkan juga. Memang kadarnya ya sebegitu. Kita pun belum tentu juga diberi kadar yang lebih tinggi oleh Allah kok. Saling bermuhasabah saja. 🙂

      Like

    1. Saya sudah baca dan cukup tau bagaimana sebagian besar tendensi tulisan-tulisan di mojok. Satir, kritik pedas, dan hiperbola adalah ciri khas yang biasa dibawakan. Tapi kebanyakan lupa, cara-cara seperti itu tetap saja bukan adabnya orang berilmu. Contohnya saja link yang bang Ical kasih di atas. Begitu ga enaknya ungkapan kebencian dari orang yang katanya “kurang ngerti” agama. Ya gpp, memang kadarnya seperti itu.

      Liked by 1 person

      1. Sepakat Mbah Andik, begitu saya buka link mojok saya langsung males bacanya sampai akhir. Gak cuma tentang Afi, saya baca tulisan lainnya juga gak jelas, jadi malas buka-bukanya lagi..

        Liked by 1 person


  3. https://polldaddy.com/js/rating/rating.jsYang lahir dari keluarga muslim belum tentu meninggal dalam keadaan muslim.. Begitu pula dengan yang lahir dari keluarga non-muslim, bisa jadi akhirnya dia meninggal dalam keadaan muslim..
    Allah swt memang punya kehendak siapa yang akan Dia kasih hidayah dan siapa yang tidak.. Tapi bukan berarti Allah gak adil, Allah itu Mahaadil. Karena Allah berjanji (dalam sebuah hadits qudsi), barangsiapa yang mendekat kepada Allah, maka Allah akan lebih mendekat kepadanya.
    Jadi, mereka yang mau menjemput hidayah, in syaa Allah, bi iznillah, ia akan dapat hidayah. Semoga kita termasuk di dalamnya, aamiin..

    Liked by 2 people

    1. Ya. Yang jelas kita tidak bisa menuhankan logika di atas iman. Tapi tidak perlu menyalahkan Afi juga. Bagaimanapun kadarnya sekarang ya seperti itu. Bukan tidak mungkin suatu saat kadar keimanannya jauh melebihi yg ada skrg karena hidayah Allah memang tak ada batasnya.

      Liked by 1 person


  4. https://polldaddy.com/js/rating/rating.jsbukanya takdir itu ada 2 ya mas. mubram seperti kematian itu sudah mutlak tdk bisa bergeser dan muallaq yang allah memberikan peran kita untuk merubahnya. kalau keimanan bukany bisa naik-bisa turun miskin dan kaya juga kn nga mutlak bisa ikhtiar. kalau semua di kaitkan dengan takdir dan bahwa kita sebagai manusia hanya bisa menerima karena itu sudah di tuliskan bahkan sebelum kita lahir. ini apa nga ngarah ke paham aliran jabariyah bukan ya?. penjelasan dari percakpan d atas nga mendetail si haha dan nga tau juga percakapan yg aslinya begimana.

    Liked by 1 person

    1. Hehe.. ya om. Kita bisa mengkategorikan takdir sesuai dgn ilmu yg dibekalkan kpd kita. Kalaupun Allah memberikan peran kita, bukan berarti Allah tidak tahu hasil akhirnya bakal spt apa kan. Allah Maha Tahu. Bahkan daun jatuh pun tak lepas dari takdirNya. Dan tidak ada satupun yg kebetulan. Semua ada ukurannya. Kalau tumbuh dan jatuhnya daun saja tertakar, apalagi naik dan turunnya iman. Menerima bukan berarti tanpa ikhtiar dan doa. Bahkan kita melakukan ikhtiar dan doa pun sudah ada takarannya masing-masing. Mengapa perlu ikhtiar dan doa? Karena pada dasarnya kita ini ga tau apa-apa. Secuil pengetahuan yg dibekalkan itu juga asalnya dari Allah. Itu pun sudah pasti ada takarannya masing-masing.

      Begitu sih sepertinya. Mohon maaf kalau keliru. Btw, saya baru tahu istilah jabariyah malahan. Hehehe.. wallahualam.

      Like

  5. Saya kuper hal gilang dan afi. Suer saya gak begitu mengikuti. Kalo berkomentar tentang mereka gak berani, takut jadi suudzon. Semoga saya, mbah Andik, dan mereka dapat yang terbaik dari Allah swt.

    Liked by 1 person

      1. Mbah, kalo masih berminat buku gratis dari saya kirim alamat dan nmr hp via japri, ya. Sampeyan terpilih dapat buku gratis dari saya karena telah memberikan komentar di posting blog saya.

        Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.