7 analogi hidup di dunia

7 Analogi Hidup di Dunia


Bismillah…

Hampir semua orang mungkin sepakat bahwa kita hidup di dunia ini hanya sekali. Itupun hanya sekejap mata. Begitu singkat. Sangat cepat berlalu. Jika dianalogikan sebuah perjalanan panjang, maka hidup di dunia ini hanyalah kesempatan sesaat yang diberikan kepada kita untuk sekadar berteduh di bawah pohon nan rindang. Beristirahat sejenak melepas lelah. Menikmati semilirnya angin yang mengeringkan peluh. Dan berbuka sebentar dengan seteguk air segar pelepas dahaga.

7 analogi hidup di dunia

Hidup di dunia memang penuh warna. Begitu indah begitu mempesona. Membuat kebanyakan orang seringkali terlena. Padahal hidup di sini sifatnya fana. Banyak versi analogi hidup di dunia. Beraneka ragam bermacam makna. Tapi intinya sama saja. Berikut adalah salah-7-nya:

  1. Mampir Minum
  2. Sejatine urip kui mung mampir ngombe” (Pada dasarnya hidup itu hanya sekadar mampir minum). — pepatah Jawa

    Yang namanya minum air itu ada adabnya. Duduk dengan tenang. Menggunakan tangan kanan. Mengucap bismillah. Lalu minum seteguk demi seteguk hingga membasahi seluruh kerongkongan, dan badan pun merasakan manfaat zatnya. Tidak perlu buru-buru karena bisa tersedak. Tidak perlu ditenggak langsung karena mulut kita bukanlah mulut gentong yang bisa menampung segala zat cair dalam volume besar. Pun tidak perlu juga sambil dihentakkan sampai tumpah-tumpah dan berteriak, “Rosa! Rosa! Rosa!“.

    Yang namanya hidup itu ada tuntunannya. Jalani dengan tenang. Niatkan dengan hal yang baik-baik. Ingat selalu kuasa Sang Pencipta. Lalu melangkahlah satu demi satu fase kehidupan hingga banyak pengalaman didapat, dan jiwa raga pun merasakan manfaat nikmatNya. Tidak perlu tergesa-gesa karena nafsu tak terkendali bisa menimbulkan malapetaka. Tidak perlu serakah terhadap dunia karena sebanyak apapun harta yang kita kumpulkan, tidak akan bisa menjadi bekal di perjalanan selanjutnya. Pun tidak perlu juga pamer kekayaan dan kekuasaan yang berlimpah sambil memekikkan kepongahan diri sendiri, “Gua! Gua! Gua!“.

  3. Setetes Air
  4. Tidaklah dunia ini dibandingkan dengan akhirat, melainkan seperti jari yang dicelupkan salah seorang di antara kalian ke dalam air laut lalu ditarik kembali. Lihatlah, seberapa banyak air yang melekat di jarinya itu.” — HR Muslim

    “Katanya”, hidup di dunia itu enak. Seperti halnya memasukkan jari tangan ke dalam cairan madu murni. Kemudian menjilatnya sampai tak bersisa. Manis sih. Tapi ya cuman segitu. Satu lumatan habis. Merasa kurang itu pasti. Pingin nyolek lagi itu sudah jelas. Apalagi dikombinasikan dengan iklan sirup Marj*n menjelang buka puasa yang kadang kita bilang “ga sopan”, tapi tetap saja ditonton sampai habis. Lha wong membayangkan saja enak. Itulah kenikmatan dunia. Begitu manis. Begitu menggoda selera. Tapi ya itu tadi, cuman seuprit. Ealaah

    Bandingkan dengan kenikmatan kehidupan setelahnya. Madu yang kita dapat bukan hanya setetes ujung jari tangan. Melainkan berupa sungai-sungai yang mengalir dan bermuara di lautan. Jangan dibayangkan berapa banyaknya. Mau dicocol, didulit, disedot, disruput sebanyak-banyaknya juga tidak bakalan habis. Belum lagi diberi bonus buah-buahan segar. Asli, bukan berupa sirup. Dan tentu saja bebas pestisida, apalagi sianida. Bagi yang sedang berpuasa, mohon maaf jika tulisan ini sedikit mengacaukan puasa Anda. Selamat berpuasa di hari senin, semoga barokah! 😀

  5. Kesenangan yang Menipu
  6. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” — QS Al Hadid 20

    Ibarat bermain game, hidup di dunia tak lebih dari sekadar permainan. Ada skenario yang sudah diprogram sebelumnya. Ada gameplay yang disematkan padanya. Ada pula rules yang selalu dijaga agar tetap seru dan menyenangkan. Asyik. Fun. Killing the time. Menghilangkan stres. Benarkah?

    Menurut survey abal-abal, 9 dari 10 orang yang bermain game mengaku tidak mengalami perubahan signifikan dalam responnya terhadap masalah yang sedang dihadapi. Yang ada malah semakin stres. Karena sehabis main game, teringat kembali masalah-masalah yang dihadapinya. Hutang di mana-mana. Cicilan motor belum lunas. Kuliah tidak lulus-lulus. Jomblo pula. Lalu stres lagi. Butuh pelampiasan lagi. Bermain game lagi. Akhirnya justru melarikan diri dari kenyataan. Padahal yang namanya game itu sudah pasti ada ending-nya. Kalau tidak game over, tamat, ya listrik mati. Kecuali COC dan Transport Empire nih… duh. ❗

    Ya… intinya begitu lah. Seperti kata Gita Gutawa, “Apa kau mengerti. Bahwa ini bukanlah. Bukan permainan a a an.“. Hidup di dunia hanyalah permainan dan kesenangan yang menipu. Jangan buru-buru berbangga telah menjadi jawara di kancah permainan kehidupan dunia. Tapi ternyata lupa MASALAH SEBENARNYA di kehidupan setelahnya. Naudzubillah.

  7. Menunggu Giliran
  8. Pada hakikatnya, dalam hidup ini kita sedang menunggu giliran untuk mati.” — anonymous

    7 analogi hidup di dunia
    Menunggu Giliran by Acheng Watanabe

    Mau tua atau muda. Mau cantik atau jelek. Mau kaya atau miskin. Mau sehat ataupun sakit. Mau pejabat atau rakyat jelata. Kita semua menempati antrian yang sama untuk mati. Uniknya, kita tidak tahu berada di nomor antrian yang ke berapa. Tapi justru di situlah letak keindahannya. Kita diberi kebebasan berkreasi dan berimajinasi untuk memahami semua itu lewat dialektikaNya. Kalau sudah paham betul terkait hal ini, rasanya sombong sudah tak bermakna. Angkuh menjadi barang langka. Harta, tahta, dan sosialita mungkin sudah banyak dilupa. Kita ini sedang mempertaruhkan detik demi detik waktu yang tersisa. Tinggal yang jadi pertanyaan adalah, kita mau ending yang seperti apa? Astaghfirullah.

  9. Roda yang Berputar
  10. Hidup di dunia ini seperti roda yang berputar. Kadang di atas. Kadang di bawah.” — anonymous

    Tidak perlu risau ketika berada di bawah. Pas lagi di atas pun tidak perlu pongah. Kita sama-sama menempati ruang gerak pada roda berjalan satu arah. Berputar dan berputar, menggilirkan bumi, manusia, dan sejarah.

    Roda berputar diibaratkan seperti dinamika kehidupan. Mekanismenya sudah gifted. Pasrah ga pasrah posisi kita tetap sama di situ. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengikuti alurnya. Menjadi bagian yang terbaik dari roda tersebut. Justru bersyukurlah kalau pas terkena bagian yang paling ujung. Karena seru. Naik turun. Bisa merasakan setiap kondisi kehidupan. Kadang mencium tanah. Kadang berada di puncak tertinggi. Bisa mencapai sudut pandang yang luas. Bisa mengetahui persepsi yang beragam. Tidak seperti yang berada di posisi tengah atau poros. Pasti berjalan datar-datar saja. Mulus. Boring. Tidak ada naik turunnya. **ini ngomongin apa to sebenernya

  11. Bukan Ajang Perlombaan
  12. Tiada hasil dari berlomba-lomba mengejar dunia kecuali kelelahan. Tiada hasil dari berpacu menggapai akhirat kecuali ketenangan.” — Uhuk.. uhuk.. Saya 😎

    Hidup di dunia bukanlah soal berlomba-lomba siapa cepat dia dapat. Tapi seberapa besar niat dan ikhtiar kita memberikan manfaat. Hidup di dunia bukanlah soal adu cekat tentang siapa yang paling kuat. Tapi persoalan siapa yang selamat saat nanti kita wafat. Hidup di dunia bukanlah tentang saling sikut saling sikat demi hasrat. Melainkan tentang bagaimana kita selalu ingat akan bertobat.

    Guys… kalau dipikir-pikir, capek ga sih mengejar dunia yang seakan ga ada habisnya? Kok rasanya kayak perlombaan lari marathon jarak jauh saja. Ngos-ngosan terus. Berangkat pagi buta, pulang larut, malamnya begadang. Peras keringat, putar otak, banting tulang. Hanya demi disanjung bak bintang, dipuji orang. Sementara kita lupa. Rejeki tidak akan tertukar. Amal pun juga sama. Jadi, apa yang sebenarnya kita kejar? 😥

    Mungkin berlomba-lomba hanya cocok untuk Bondan Prakoso kali ya. #halah #generasi90an

  13. Yaa Begitu Itu…
  14. Bekerjalah untuk duniamu seakan kau hidup selamanya. Kejarlah akhiratmu seakan kau akan mati besok.” — Abdullah bin Amr bin Al-Ash (kalau tidak salah, CMIIW ya)

    Hidup di dunia itu ya begitu itu. Ga perlu terlalu lebay seperti drama Korea. Ga perlu terlalu heroik seperti film superhero. Ga perlu terlalu nyampah juga seperti layaknya sinetron. #eh

    Santay saja. Woles gan. Kata seorang teman, “urip kui disetel kalem ae” (hidup itu diset kalem saja). Ga perlu ngoyo. Nikmati saja keseimbangan antara roja’ dan khouf yang sudah sepaket dianugerahkan di dalam diri kita ini. Arepo gulung kuming koyo piye, urip kui yo mung ngono kae (mau jungkir balik kayak gimana, hidup di dunia ini ya begitu itu). Apapun itu, semua unsur hidup di dunia ini ada takarannya dan PASTI PAS!! **bukan iklan

Itu… unnamed copy


Link Terkait

http://islamindonesia.id/tasawwuf/analogi-perjalanan-hidup-manusia-dengan-rumah-makan-2.htm

http://masuksurga.pusatkajianhadis.com/id/index.php/kajian/temadetail/714/perbandingan-2-dunia-hanya-seperti-setetes-air-di-laut

http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/1

32 thoughts on “7 Analogi Hidup di Dunia

  1. Postingan ini mengingatkanku akan 3 rahasia dalam kehidupan rejeki, jodoh dan maut. Kalo jodoh dan rejeki bisa kita kejar dengan memperbaiki diri, doa dan usaha contohnya “ya Allah, kalo dia jodohku dekatkanlah, kalo dia bukan jodohku jadikanlah dia jodohku” #eeaaaaabegitukandoaanakABGsekarang. Kalo maut…wallahu alam bishawab.. kita lagi ngantri tapi ga tau nomer berapa rasanya itu melow mas inget dosa 😦

    Liked by 1 person

    1. Hu uh.. betul. Kalo soal pengingat maut, isinya was-was terus. Sudah siap apa belum. Jangankan tahun depan, sedetik ke depan saja kita tidak tahu apa yang terjadi. Memang ya, kematian itu adalah pengingat yang paling ampuh. Serem… 😐

      Liked by 1 person

  2. Tulisan yang menyejukkan dan menenangkan banget Om :hehe. Yah pokoknya jadi lebih tenang deh menjalani hidup yang banyak masalah ini, dan kalau kita ingat apa hakikat hidup, masalah yang menerpa bukan membuat takut atau khawatir, melainkan seperti menu restoran yang siap disantap, dan kita mesti menikmati setiap kunyahannya *apa pulalah ini :haha*. Terima kasih ya Mas! Saya jadi merasa sedikit lebih baik dan lebih semangat dalam menjalani hari-hari :hehe.

    Liked by 1 person

    1. Ahikk.. sama2 Gar. Saling mengingatkan dalam kebaikan. Masalah hidup mah yaa begitu itu. Mau stres kyk gmn juga yaa tetep begitu itu. Mau disikapi lebay ala-ala melodrama ya sama aja. Masalah ga jadi lebih ringan. Ya begitu itu. Gimana ya mengatakannya. Hahaha.. **padahal sedang tertawa miris XD

      Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.