harga-natural-vs-unnatural

Harga Natural vs Unnatural


Bismillah…

Uhuk… saya hanya ingin ikutan berkomentar sedikit soal konflik jasa transportasi online vs konvensional yang sekarang sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Biar dianggap kekinian gitu. Segala opini, pernyataan, dan celoteh yang tertulis di bawah ini belum tentu benar. Karena ini hanyalah sebuah komentar. Segala kekurangan mohon jangan dihajar. Harap maklum saya masih belajar. Biar hidup semakin terasa cetar. Salam supar!!


Harga Natural vs Unnatural

Mungkin ada yang tahu atau bahkan sudah pernah membaca postingan dari seorang netizen di salah satu media sosial terkait harga NATURAL vs UNNATURAL yang ditengarai menjadi penyebab meledaknya bom waktu persaingan tidak sehat antara taxi/angkot konvensional melawan angkutan berbasis online. Hmm… saya akui memang cukup menarik pendapatnya.

harga-natural-vs-unnatural
Sumber gambar: http://bogor.tribunnews.com/2016/03/22/demo-taksi-disamakan-the-walking-dead-manusia-melawan-mayat-hidup

Yang lebih menarik lagi, ternyata dua hari yang lalu itu pas ada momen demo besar-besaran Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) yang menuntut adanya persaingan fair antar penyedia jasa transportasi darat kepada pemerintah, tanpa kecuali. Namun, sangat disayangkan, yang terjadi justru baku hantam, bertindak anarkis, ribut tidak jelas, saling meluapkan emosi, bahkan terhadap rekan sesama supir taxi konvensional yang kebetulan tidak berniat untuk sama-sama ikut berdemo. Agak miris kalau membaca berita-berita tentang kejadian ini. 😦

Sebenernya ya, di satu sisi, OK lah para pendemo yang notabene kebanyakan adalah supir taxi yang “katanya” hidup dengan ekonomi pas-pasan, memang berhak untuk demo. Siapapun juga berhak untuk menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan di negeri ini. Seperti kata Meggie Z, “Jangankan dirimu, semut pun kan marah bila terlalu sakit begini“. Tapi mbok yao, jangan sampai anarkis begitu. Dunia ini sudah cukup rusuh tanpa adanya kerusuhan semacam itu. Kasihan kan yang jomblo.

Nah, kembali ke soal postingan yang tadi. Yang cukup menarik menurut saya dari tulisan tersebut adalah demo kemarin itu disinyalir merupakan salah satu bom waktu yang meledak akibat adanya permainan harga yang UNNATURAL. Apakah pernyataan ini benar? Belum tentu. Apakah salah? Belum tentu juga. Namanya opini kok. Bisa benar bisa salah. Yang jadi pertanyaan, apa sebenarnya definisi harga UNNATURAL itu?

Di situ dimisalkan, ada pedagang bakso dengan modal Rp.8000 dan dijual dengan harga Rp.11000. Ini disebut NATURAL. Karena sesuai dengan prinsip ekonomi. Dengan modal sekian, mendapat untung sekian. Yang UNNATURAL adalah jika bakso tersebut dijual dengan harga Rp.4000. Tentunya dengan asumsi modalnya sama. Jika dikaitkan dengan harga jasa untuk taxi, saya pikir kurang sesuai. Tidak apple to apple. Karena menurut saya harga jasa taxi konvensional yang ada sekarang itulah yang justru UNNATURAL. Terlampau mahal. Kurang proporsional jika dibandingkan angkutan-angkutan darat yang lain, katakanlah angkot, bis kota. Jadi kalaupun ada taxi online yang menawarkan harga di bawah itu, menurut saya itulah harga yang seharusnya, harga NATURAL.

Trus, letak kemiringannya dimana? Menurut saya, harga yang NATURAL itu seharusnya dibentuk oleh pasar, bukan langsung ditarifkan berdasar standarnya masing-masing perusahaan transportasi. Walaupun kita tahu, ada penerapan aturan tarif batas atas dan batas bawah oleh Pemda setempat. Tapi kok ya rasanya, sebagai konsumen masih merasa kalau argo taxi konvensional yang ada sekarang itu jalannya wazz wuzz… seperti argo kuda kalau orang bilang. Belum lagi tarif buka pintu, order minimum, tarif reservasi by phone, bahkan sampai “kebiasaan” anti uang kembalian yang sudah dianggap suatu keharusan kalau naik taxi. Argo Rp.26.500, jangan harap akan ada kembalian jika kita membayar dengan uang Rp.30.000. Bahkan dalam beberapa kasus, memberi UANG PAS sesuai argo adalah hal yang tabu ketika kita hendak membayar jasa taxi. Saya sendiri pernah dilempar uang koin oleh supir taxi, sebut saja CIPAGANTI, karena memberi uang pas sesuai argo, persis sama dengan recehannya. Yaa, saya memang pelit sih waktu itu. 😛

Sekali lagi, menurut saya, yang bisa menyelesaikan konflik horizontal ini ya siapa lagi kalau bukan campur tangan pemerintah sebagai pemegang kebijakan penyelenggaraan transportasi di negara ini. Jangan sampai mengatur yang seharusnya tidak diatur, dan tidak mengatur yang seharusnya diatur. Pembentukan harga di pasar biarlah terbentuk di pasar, tidak perlu diatur. Yang perlu diatur adalah kesetaraan akses pasar yang adil bagi semua pihak, bukan monopoli atau kartel. Normatif banget ya… tapi yaa begitulah kondisinya. Saya tidak bilang bahwa operator taxi konvensional yang ada sekarang memonopoli harga ya. Saya juga tidak bilang kalau investor di balik jasa taxi online juga melakukan hal yang sama ya. Apalagi sampai menghancurkan harga pasar. Tapi kalau ternyata ada pihak yang merasa tidak fair dengan persaingan usaha, berarti mungkin ada yang salah dengan pengelola pasarnya.

Terkait permainan investor jasa taxi online, saya tidak berkomentar lebih jauh, karena saya yakin, di situ pasti ada perhitungan matematisnya sendiri. Saya SEDIKIT tahu karena pernah menjalankan sebuah bisnis startup di bidang kreatif digital walaupun gagal belum berhasil. Bagaimanapun, investment sendiri adalah sebuah transaksi yang sah. Setidaknya antara pemilik usaha dan investornya. Jika investor mau menggelontorkan dana bagi bisnisnya si pemilik dengan segala proyeksi dan risikonya, ya sah-sah saja kan. Walaupun saya pribadi tidak setuju dan sangat menghindari bisnis goreng menggoreng dan permainan kosmetik di dunia startup ini. Saya lebih suka bisnis yang berjalan apa adanya berdasarkan pure revenue yang didapat, walaupun berangkat dari nol. Saya biasa menyebutnya dengan “growth with beauty“.

Di sisi yang lain juga, yang namanya bisnis, pasti ada aset-aset yang tidak dapat dinilai secara kasat mata layaknya kita menilai sebuah komoditi riil. Sumber daya manusianya, teknologi di belakangnya, proses bisnisnya, resep rahasianya (secret sauce), atau bisa jadi keluasan relasi yang dimiliki. Apalagi kalau berbicara mengenai bisnis di dunia kreatif digital. Apanya yang bisa dinilai? Lha wong dunia maya semua, ga ada wujudnya, intangible. Belum lagi jika kita bicara masalah brand value. Walaupun banyak opini yang menyebutkan bahwa para penyedia jasa transportasi online itu merugi, namun pada kenyataannya nama-nama brand mereka semakin dikenal. Dan harga brand itu MAHAL, karena dibentuk dari serangkaian edukasi, proses kematangan, dan seiring berjalannya waktu. Jadi, yaa menurut saya, kita tidak bisa menilainya dengan HANYA menghitung untung ruginya sekarang. Kita tidak bisa HANYA menimbangnya dari revenue yang diterima dan cost yang dikeluarkan. Ada banyak parameter lainnya.

Eh, tapi ini semua hanya pendapat pribadi saya saja. Benar belum tentu, salah sangatlah mungkin. Bagi penulis postingan, mohon maaf saya tidak mencantumkan identitas karena ada beberapa alasan terkait hal ini.

Satu lagi, bagi taxi konvensional ataupun yang online, cukuplah salurkan aspirasi kalian dengan aksi, tidak usahlah pake demo. Karena demo itu rodanya tiga. Krik… krik… krik…

Link Terkait

http://www.geraidinar.com/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/81-gd-articles/entrepreneurship/1471-presiden-terpilih-pak-kyai-dan-durian

32 thoughts on “Harga Natural vs Unnatural

    1. Sebenernya bebas saja kalau menurut saya. Bergantung kebutuhan. Kalaupun ada poin negatif, mungkin karena taxi online masih relatif lebih baru, jadi masih minim efek negatifnya. Beda dengan taxi online yang sudah bercokol lama. Perbandingan oknum yang nakal dengan yang baik pasti lebih besar. Eh, tp itu hanya dari oknum sih, belum aspek lainnya. 😀

      Like

  1. Seminggu sebelum mereka pada demo,,, Bapak ku naik taksi,,, dan bener banget… alasan ngga ada kembalian itu lho yg bikin si Bapak kesel… masalahnya yg harus dikembaliin itu 10 ribu an gitu kalo cuma seribu dua ribu sich gpp…

    Liked by 1 person

  2. Target costing ya Mas..menentukan harga barang/jasa sesuai kesediaan pasar. Saya rasa ini sudah diterapkan oleh jepang dalam hal produksi otomotif dan china di produk gadget. Jadi sebenernya ga aneh juga dengan tarif murah itu dan ga bisa dibilang sebagai harga predator. Toh…pesaing bisnis otomotif jepang macem ford itu gak bakar ban dan rusakin mobil mereka di jalanan sebagai aksi protes kan 😛 *eh Tapi mereka berinovasi dan set their own standard. Masih bertahan aja tuh dengan pasaran mereka.
    Dan bisa saja, perbedaan harga itu juga muncul disebabkan oleh perbedaan konsep usaha yg diusung. Setau saya, taksi online itu mulanya bukan taksi, tp rental. Hanya saja, di indonesia konsumsi dan pemasarannya cenderung kayak taksi konvensional. Mungkin itu yg hrs dipertimbangkan lg buat win-win solution taksi konvensional, online, maupun konsumen.

    Liked by 2 people

    1. Wow… komentarnya keren. :-O
      Minder aku… hehehe. Kira-kira sih begitu. Lha kalau ga ada yg mengatur ya otomatis akan banyak muncul konglomerasi, monopoli, kartel, dan sejenisnya, yang sudah pasti ga bagus buat penyebaran ekonomi. Karena harta hanya berputar pada orang-orang itu saja. Pengaturannya juga ga gmn2 menurutku. Cukup menyediakan akses pasar yang setara dan adil. Nah, soal implementasinya, itu baru gmn2… 😀

      Liked by 1 person

  3. pernah banget naek taxi yah disingkat aja GR, tarifnya 27rb, aku bayar 30 dan ga dibalikin dong, ga beralasan ada kembalian juga gitu Kang Andik. sampai akhirnya aku tagih sama supirnya, dan alesannya ga punya kembalian 😦

    Liked by 1 person

    1. Hehe… alasan klasik ya. Masalahnya habit seperti ini banyak he. Ga cuman satu dua yang mengalami. Seakan-akan itu sudah lumrah. Padahal tarif taxi itu kan sudah mahal.

      Like

  4. Maaf om… numpang ngakak buat fotonya – the walking dead… hahahaha…..
    soal yang didemokan memang agak ribet karena banyak hal banget yang harus dipertimbangkan, seperti yang dirimu bilang: harga dari perusahaan gak bisa jadi harga natural.
    Sempat ngobrol sama supir ojek online yg mantan supir taksi biru. Menurutnya selama ini memang udah gak wajar perusahaan itu kasih target hariannya. untuk yang mobil biasa aja sehari sekarang 500rb dan itu di luar harga bensin.

    Liked by 1 person

  5. Kalau kata teman saya, taksi-taksi ini sudah terlalu lama ada dalam zona nyaman ketika belum ada pilihan transportasi bagi pelanggan, sehingga ketika ada pilihan baru (yang jelas lebih baik), tentu saja mereka berontak. Ini juga termasuk harga ya. Pelanggan sekarang sudah pintar, jadi penyedia jasalah yang menurut saya mesti menyesuaikan diri. Bukannya malah demo seperti ini :p.

    Liked by 1 person

    1. Masuk akal. Standar tarif ya dari mereka sendiri. Konsumen ga ada pilihan lain. Tapi… zona nyaman sih zona nyaman, tapi kalo dipaksa kerja sambil nyicil mobil itu kan aneh. Mana pake target harian lagi. Yang bener-bener diuntungkan cuman perusahaannya. Dan yang lebih absurd lagi, tidak ada pembatasan jumlah armada yang beroperasi. Nambaahh aja terus sampe persaingan di antara mereka sendiri semakin ketat.

      Itu…

      Liked by 1 person

  6. Kalau lagi high demand si taxi online mahalnya ga ketulungan loh. Tadi siang mau pulang dari gatsu ke grogol tarifnya 149rb…maleshhh, naik transjkt ajalah 3500 perak *medittt* 😂

    Liked by 1 person

  7. Pada rezeki semua sudah diatur, lah kalau orang loper koran dan pos pada demo. Hampir semua profesi bakal demo dan rusuh nih. Nasib bangsa akan terlihat dari demo-demoan.

    Semoga tak terulang lagi dan lagi.

    Liked by 1 person

    1. Ya begitulah Mas, banyak orang yang meributkan jatahnya. Padahal jatah masing-masing orang sudah ada takarannya masing-masing. Ujung-ujungnya sih sama.. materi. 🙂
      Aamiin… kita doakan yang terbaik saja.

      Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.