bahagia

Bahagia Itu…


Bismillaah…

Jujur saja, kita sering lupa bahwa hakikat tujuan sebenarnya dari hidup ini hanyalah untuk mencari kebahagiaan, baik bahagia di dunia, maupun bahagia menurut perspektif selain alam dunia. Contoh: akhirat, surga, neraka, dan bentuk-bentuk nama lainnya. Tapi kadang kitanya sendiri yang terlalu rumit dalam mendeskripsikan dan mendefinisikan poin-poin kebahagiaan itu sendiri. Hingga fokus kita kebanyakan jadi bergeser. Dari yang tadinya hanya sesederhana meraih rasa atau kondisi bahagia yang bisa saja dicapai setiap saat atau short terms, menjadi terbiaskan oleh rencana-rencana pemenuhan kebutuhan agar selalu merasa bahagia seutuhnya dengan varian kebutuhan yang seakan tak ada habisnya dan dengan jumlah pemenuhan yang hampir tak berhingga banyaknya, very long and never-ending terms.

Padahal, yang namanya pencapaian kebahagiaan itu selaiknya ada target, baik itu waktu, besaran, maupun tingkat kepuasan. Karena berdasarkan sunnahNya, kita ini hidup dibatasi waktu, kemampuan, dan cara pandang. Dan ukurannya tidak sama antara satu individu dengan individu yang lainnya. Bahkan antar nabi pun tidak sama kemampuan dan tanggung jawabnya. Antar suku bangsa pun berbeda tipikal kondisi fisik dan spesialisasinya. Maka, terimalah itu sebagai keniscayaan yang ada pada diri kita masing-masing.

Sehingga ujung-ujungnya kita tetap harus memilih. Mau langsung tercapai tujuan bahagianya melalui cara merasa bahagia setiap saat dengan kadar kebahagiaan seadanya. Atau menunggu momen-momen yang tepat hingga tercapainya suatu hasil kebahagiaan dengan kadar yang “lumayan”. Atau memilih tujuan setinggi-tingginya dengan tingkat kepuasan maksimal dan bahagia seutuhnya, namun tidak tahu kapan tercapainya. Jadi ada dua (2) sudut pandangnya, bahagia sebagai proses, atau bahagia sebagai hasil.

bahagia

Index of Happiness

Dalam skala lebih luas, ada salah satu komponen pencapaian pembangunan sebuah negara yang disebut sebagai indeks kebahagiaan (index of happiness). Jadi selain GNP atau GDP, ada faktor lain yang ikut andil dalam menentukan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara, yaitu GNH (Gross National Happiness) yang dinyatakan dalam angka index of happiness.

Pengukurannya dilakukan melalui survey terkait 10 poin nilai kepuasan, meliputi: Pekerjaan, Pendapatan rumah tangga, Kondisi rumah dan aset, Pendidikan, Kesehatan, Keharmonisan keluarga, Hubungan sosial, Ketersediaan waktu luang, Kondisi lingkungan, dan Kondisi keamanan.

Baru-baru ini saya mendengar ada program dari pemerintah kota Bandung untuk meningkatkan index of happiness kawasan bantaran sungai Cikapundung dengan cara memperbanyak lahan terbuka hijau, tata ulang sanitasi, dan penerapan standar kebersihan di lingkungan tersebut. Secara niat baik dan itikadnya, patut saya acungi jempol. Tapi, apakah benar kesemuanya itu hanya dilakukan untuk menaikkan index of happiness yang entah dari mana standarnya?

Apakah Bahagia Bisa Diukur?

Kemudian muncul pertanyaan, apakah index of happiness bisa diukur dalam angka? Dengan beberapa pendekatan survey dan standar yang telah ditetapkan sih mungkin bisa memberikan hasil akhir berupa angka. Tapi apakah angka tersebut benar-benar mencerminkan kondisi kebahagiaan sesungguhnya? Sedangkan kita tahu bahwa letak kebahagiaan seseorang bukan hanya dari apa yang terlihat, bisa jadi ada faktor non-lahiriyah yang tidak terlihat, seperti rasa syukur, tawakkal, ketenangan batin, bahkan nikmat iman. Jadi masih bisa sangat subjektif. Dalamnya lautan dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu.

Belum lagi ada tren stereotip di kalangan masyarakat kita terkait pengukuran materi, kalau kaya sudah pasti bahagia. Padahal belum tentu. Yang miskin belum tentu bahagia. Yang kaya juga belum tentu tidak bahagia. Begitu pula sebaliknya.

Bahagia itu Sederhana

Menurut saya, bahagia itu memang seharusnya sederhana. Khususnya hari ini. Saya sangat bersyukur masih bisa menikmati bertambahnya umur berkurangnya usia. Sangat bersyukur masih bisa berdialektika mesra dengan alam dan kalamNya yang terkadang memaksa kita untuk berbahagia dulu baru kemudian bisa paham. Kalau kata teman,

Selamat Kurang Tahun

Karena memang pada kenyataannya yang bertambah hanya angka tahunnya saja, sementara jatah hidup pasti terus berkurang. Barakallaahu.

Disclaimer
Tulisan ini diikutsertakan dalam “WS Very First Giveaway


Referensi:
https://www.academia.edu/10173759/Gross_National_Happines_-_Islamic_Perspective

27 thoughts on “Bahagia Itu…

  1. Saya mesti baca postingannya dua kali supaya paham kalau hari ini dirimu ulang tahun, Mbah. Selamat ulang tahun ya. Semoga sukses, bahagia, dan intinya semua yang diniatkan bisa dicapai :amin.
    Bahagia itu memang sederhana! Sesederhana kita bersyukur dan tersenyum kalau hari ini masih diizinkan menarik dan mengembuskan napas :)). Semoga berhasil untuk give away-nya :)).

    Liked by 1 person

  2. Blogwalking dan nemu blog ini.. 🙂

    Ternyata kita lahir di tanggal yang sama, Mas. Hehee..
    Baarakallaahu fiik. Semoga semakin menginspirasi dan menebar manfaat. 🙂

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.