Profesi dan Pekerjaan

Profesi dan Pekerjaan


Bismillaah…

Pembahasan seputar profesi dan pekerjaan sepertinya sudah banyak yang mengulasnya, baik dari sisi perbandingan maupun perbedaannya. Intinya, pekerjaan merupakan aktivitas kerja yang dilakukan oleh seseorang untuk mendatangkan hasil tertentu dalam periode masa tertentu atau saat itu juga. Hasilnya, dapat berupa terselesainya pekerjaan, reward berupa upah atau gaji, dan tingkat kepuasan aktualisasi diri pada seseorang. Contohnya bisa sangat beragam, pekerjaan sebagai karyawan swasta yang mungkin mendapatkan bonus di akhir tahun, pekerjaan sebagai buruh pabrik yang rentan terkena PHK, atau pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga yang nampaknya semakin sulit dicari penggantinya.

Sedangkan profesi lebih terkait pada aspek profesionalismenya, atau keahlian seseorang pada bidang tertentu. Keahlian ini tidak serta merta terbentuk pada satu waktu, namun lebih pada proses yang dicapai dalam rentang periode waktu tertentu. Satu tahun? Dua tahun? Lima belas tahun? Tidak ada nilai standarnya. Setiap jenis keahlian mempunyai kualifikasinya masing-masing. Semakin tinggi kualitasnya, maka disebut semakin berpengalaman. Tapi pengalaman juga belum tentu didasarkan atas lamanya seseorang menggeluti bidang keahlian tertentu. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain: bakat, kecerdasan, sikap, ajek, keseriusan, dan mungkin kondisi lain yang mendukung seperti kondisi ekonomi, jenjang pendidikan formal, latar belakang keluarga, dan sebagainya.

The Ideal Job

Menurut kacamata saya, sederhananya begini, pekerjaan berorientasi pada hasil, sedangkan profesi lebih berorientasi pada proses. Kalau keduanya bertemu di satu titik, maka titik itulah yang disebut sebagai the ideal job. Disebut ideal karena pekerjaan yang dilakukan sejalan dengan profesi atau keahliannya. Percaya atau tidak, jumlah orang yang mempunyai okupasi ideal ini tidak banyak lho. Kebanyakan orang biasanya hanya berkutat pada satu sisi saja. Ada yang ternyata merasa keliru mengambil pilihan jalur profesinya, sehingga lebih memilih bekerja pada bidang yang tidak sejalan dengan pendidikan formalnya. Misal, sudah sekian tahun kuliah di bidang IT, ternyata ujung-ujungnya bekerja di dunia perbankan. Ada juga yang karena tuntutan profesi yang sudah digeluti, sehingga tidak bisa serta merta keluar dari jalur title yang disematkan padanya. Misal, seorang dokter gigi tidak bisa sekonyong-konyong melamar pekerjaan menjadi akuntan publik di sebuah perusahaan besar, kecuali memang sudah mengantongi sertifikat tertentu yang diakui secara resmi. Atau ada juga orang yang lebih mempunyai kebebasan terhadap dunia pekerjaan dan profesinya. Karena memang tidak ada satu pun bidang spesifik yang bisa mencakupnya, semua bidang masuk kriteria. Sebagai contoh, orang marketing, public relations, event organizer, dan teman-temannya.

Passion

Pada dasarnya, suatu bidang profesi atau aktivitas pekerjaan akan bisa sangat bagus jika didukung oleh passion yang kuat. Passion bukan hanya terbatas dalam arti kesukaan terhadap sesuatu atau kegairahan melakukan sesuatu. Namun lebih dalam lagi, passion dibentuk dari strong reasons dan tenacious habits. Jadi, menemukan passion sendiri juga perlu waktu dan kesungguhan. Istilahnya, passion itu tidak hanya melibatkan hal-hal yang menyenangkan saja, tapi harus sanggup menelan yang pahit-pahitnya juga. Kalau semuanya serba menyenangkan itu namanya hobi.

Seorang gamers belum tentu mempunyai passion terhadap dunia games itu sendiri. Karena passion itu bersifat totalitas. Ketika kita menyatakan, “passion saya adalah game“, maka secara otomatis semua aktivitas, penghasilan, lifestyle, branding, bahkan masalah sehari-hari, dan semua yang kita sentuh seharusnya tidak jauh-jauh dari dunia game. Kalau hanya suka bermain game-nya saja, sementara ada saat-saat penyesalan karena waktu terbuang sia-sia akibat bermain game, itu namanya kecanduan, bukan passion.

The Dream Job

Dunia memang selalu bergerak dinamis. Kita belum tentu bisa menerima segala sesuatu sebagai bentuk yang ideal, walaupun menurut hukum-Nya alam ini selalu ideal. Tapi begitu melihat orang lain, biasanya akan muncul hukum sawang sinawang. Rumput tetangga selalu nampak lebih hijau. Ketika melihat sosok Arbain Rambey dan acaranya, kita (saya) biasanya langsung mengatakan, “enak banget yak, kerjaannya foto-foto, bersenang-senang, jalan-jalan, dibayar… mahal pula”. Sepertinya itu adalah pekerjaan impian semua orang. Padahal kalau dipikir-pikir, kita ini kadang minim sekali akan pengetahuan yang melatarbelakangi orang lain. Berapa tahun beliau berproses di bidang fotografi? Bagaimana kisah awalnya hingga bisa menjadi seperti sekarang ini? Kira-kira kebayang tidak betapa capeknya memotret berminggu-minggu di daerah-daerah pelosok di seluruh penjuru negeri ini?

Bagi yang pernah atau masih berpenghasilan “receh” dari foto mungkin sudah pernah merasakan bagaimana “lapar”nya memotret seharian di suatu acara pernikahan. Gimana ga lapar, lha wong cuman bisa ngiler melihat tamu-tamu menyantap hidangan yang begitu melimpah. Sementara tukang fotonya harus terus memotret dari awal sampai akhir acara. Mungkin beda kali ya kalau kelasnya sudah profesional dan mempunyai tim independen.

Profesi dan Pekerjaan
Working on IT Photocover

Stay Focused

Sayangnya, di negara ini profesi yang hanya mencakup satu bidang saja relatif kurang dihargai. Contohnya di bidang IT, sepertinya semua orang menginginkan tenaga ahli yang benar-benar superman. Bisa ini bisa itu bisa segalanya. Dari sisi dunia bisnis pun sama, ujung-ujungnya PALUGADA (apa yang elu mau gue ada). Entah apakah karena kebanyakan orang menginginkan efisiensi biaya development, atau memang karena margin yang diharapkan sangat tinggi sehingga menekan biaya yang paling mudah untuk ditekan. Jadi jangan heran kalau sekarang di sini masih ada anggapan bahwa kualitas suatu produk IT itu nomor dua, yang penting jadi dulu. Ah, tapi semoga saya saja yang kurang update tentang ini. 😀

Dulu, saya termasuk tipikal orang yang berkeinginan bisa menjadi apa saja. Ahli di bidang apapun. Foto bisa, desain sanggup, pemrograman ok, jadi penulis juga ho oh, mengajar kuliah alias menjadi dosen juga pernah, bisnis makanan mau, ikutan MLM (sudah tobat), hehe. Tapi hasilnya sama sekali tidak bagus. Karena kurang fokus. Cuman modal ambisius. Jadinya, ya tidak ada yang becus.

Seperti kata pepatah, “master of none, jack of all trades“. Ujung-ujungnya tidak punya satu pun skill spesifik yang benar-benar bisa dibanggakan. Tanggung. Setengah-setengah. Dan ga jadi apa-apa. Mungkin kuncinya harus tetap fokus pada satu bidang kali ya. *mohon jangan percaya dulu ya, karena belum terbukti apa-apa* 😛

Itu…

67 thoughts on “Profesi dan Pekerjaan

  1. Saya setuju sih, lebih baik kalo kita memang fokus dan profesional di satu bidang aja. Cuma kadang suka pengen juga kerja yg sesuai sama passion kita, yg ujung-ujungnya cuma jadi hobi aja. Sebabnya mungkin krna kita baru tahu passion kita di akhir-akhir aja kali ya? Ato masih merasa passion kita belum cukup “dihargai” di sini.

    Liked by 1 person

    1. mungkin perlu ditelaah lebih lanjut, mana yg hanya sekadar keinginan, mana yg passion kali ya… tp tetep perlu waktu dan kesungguhan kl menurutku… biar tidak asal ikut-ikutan tren…

      Like

    1. Terima kasih mbak Emmy atas komennya. Iya sih, setiap orang bergantung pada kecenderungannya masing-masing untuk memilih, apakah mau jadi spesialis atau generalis. Kadang untuk menyeberang dari satu tipe ke tipe yg satunya tidaklah mudah. Salah seorang teman saya pernah mengalaminya. Kebetulan dia adalah orang yg cenderung “liar” untuk mengeksplor segala hal terkait IT. Tapi langsung merasa terkungkung ketika diharuskan spesifik di satu bidang tertentu ketika berada di lingkungan kerja baru.

      Liked by 1 person

      1. Sama-sama, Andik.. Satu hal lagi, pimpinan/manajer atau staf HR terkait umumnya dituntut utk bisa melihat ini di lingkungan kerjanya, sehingga tercipta “the right man at the right place”. Ini sama sekali tidak mudah..(pengalaman pribadi..😄) Tapi dengan jam terbang yg cukup, keahlian “menerawang” ini biasanya makin terasah..

        Liked by 2 people

      2. I see… iya saya sempat terheran-heran ama orang-orang HRD… kok bisa ya nebak kebiasaan kerjanya seseorang… si A cocok di bagian ini, si B cocoknya di bagian yg itu, dst… kalau saya amati teman-teman saya dulu yg pernah sekantor jg lgsg otomatis sesuai gt posisinya… seakan-akan HRD-nya udah lebih kenal teman-teman saya lebih dulu drpd saya sendiri yg udah temenan sejak lama

        Like

      3. Ya begitulah salah satu tugas HRD. “Peralatan” awal utk menilai orang di dunia kerja tentu saja resume/CV dan hasil tes terkait lainnya. Dari sini biasanya staf HRD mulai memilah. Hasil pemilahan ini nantinya didiskusikan dengan pimpinan di mana pekerja tsb akan ditempatkan, utk memastikan kecocokan antara supply dan demand tenaga kerja di unit/dept terkait. Gitu deh kira-kira..

        Liked by 1 person

      1. Uniknya “gila” nya tuh beda sama anak marketing. Terus ada yang super pendiam, ada yg kaya cacing kepanasan, ada yg seperti punya dunia sendiri

        Liked by 1 person

  2. Baca sekilas sepertinya ada diriku disebut. Makasih om tapi aku gak sebut diriku sendiri seperti itu. Hahaha. Belum pas utk sebutan itu gak da sertifikat utk membuktikannya.

    Soal kerjaan aku pun tipe segala bidang. Hahahahaa. Walaupun masih dalam jenis kerjaan yang sama tapi suka explore segala industri makanya banyak temen komen: mau lo apa sih?

    Besok Jumat aku mau terbitkan soal passion lagi om. Soal temenku. Dia bagi2 insight soal passion versi dia. Banyak belajar sih.

    Liked by 3 people

  3. setelah mbah Andik ngomong itu, terus penonton tepuk tangan *plok plok plok* hihii

    Kalau katanya Rene Suhardono, your job is not your career. ngomongin tentang passion juga beliau. Beliau bilang, kalau udah passion..berapa besarnya gaji udah ga jadi masalah lagi. Tapi, sebelum ketemu passion atau bidang yang beneran cocok, mungkin perlu coba-coba dulu kali ya Mbah.

    Liked by 2 people

    1. apa to ini?? 😛

      iyes betul, our job obviously is not our career… tp memang bergantung masing-masing orang sih ya, kalau memang tujuan hidupnya untuk berkarir atau menghabiskan waktu dengan cukup dari hasil bekerja, terlepas apakah bidang pekerjaannya itu adalah passionnya apa bukan… positifnya, tipikal orang yg spt ini lebih banyak yg bersyukur dengan pekerjaannya (semoga)… case closed… tp kalau tetap merasa spt ada yg kurang dlm pekerjaannya, berarti sptnya msh perlu membenahi apa yg kurang, dan perlu menemukan apa sbnrnya passion yg dicari… *saya ini ngomong apaaa yak*

      Liked by 1 person

    1. Ya Mas… saya sedikit melihatnya dari tulisan-tulisan Mas Iwan yg cetar membahana itu. Kalau sudah passion itu biasanya terlihat dengan sendirinya. Yang disajikan kalau sudah ada unsur passion biasanya merupakan suatu karya yang terbaik, bukan yang dibuat secara alakadarnya.

      Like

  4. Pekerjaan yang tidak sesuai dengan pendidikan formal? Ups *sembunyikan ijazah*
    Pencarian akan apa passion dan bagaimana mengkompromikan dengan pekerjaan serta keahlian agaknya salah satu perjalanan paling menantang dalam seisi hidup ya Mas :hehe. Yah, saya sudah pernah mengalami masa-masa penyesalan tentang kenapa passion dan keahlian serta pekerjaan semuanya tidak sejalan, tapi… ya sudahlah. Mari bersyukur, sedikit menerima, sambil berusaha memodifikasi semua di sana-sini supaya bisa jadi ideal job kita. Kalau seandainya sudah tidak bisa diapa-apakan lagi, baru kita rombak total :haha.
    Tapi marilah kita nikmati makanan yang ada di depan kita terlebih dahulu, karena makanan itu tidak bisa menghidangkan dirinya sendiri, kan? :hehe :peace

    Liked by 1 person

  5. Tapi emang bener sih, wlopun yang namanya generalist tetap saja merupakan generalist di bidang tertentu. Memang istilah ini lebih umum dipakai di HR tapi ternyata banking di sini juga pakai term yang sama. At any rate menurutku keahlian yanh fokus pasti buat orang sellable banget. Malah nanti dicari dan gak harus mencari. I’ve seen a lot of it hehehe…

    Liked by 2 people

    1. Nah itu mbak Mikan. Saya sepakat. Mungkin fokusnya pada satu scope tertentu kali ya. Kalau scope-nya adalah berupa jualan makanan bungkus, kalau sudah passion dan profesional, pasti kemasannya bukan yang ecek-ecek, kualitas rasa makanannya pun pasti mantab, bersih bahan-bahannya, rapi penyajiannya, dan service-nya juga pasti the best. Memasak makanan yang enak dan mendesain bungkus makanan adalah dua disiplin yang berbeda, tapi masih dalam scope yang sama untuk kasus di atas. Begitu kali ya… hehehe

      Liked by 1 person

      1. Iyaa temen2 yang di IT juga yang udah niche banget klo aku dengar2 cerita mereka kerjaannya OK2 semua. Bahkan ada yang latar belakangnya accountant tapi emang suka kutak2 gituan sekarang malah berkarir IT di Singapore and doing very well. Mungkin gitu kali ya kesimpulannya hehehe

        Liked by 2 people

  6. Aduh mas, aku nih termasuk yang ijazah sama pekerjaan nggak sesuai. Eh, salam kenal dulu ya mas Andik.. aku follower baru :). Kuliah belajar Psikologi, tapi terjun ke dunia Marketing & Communication. Tapi entah nyambung apa nggak *disambung2in hehe.. jaman kuliah dl memang paporit banget sama matkul psikologi & riset marketing. Alhamdulillah karirnya lumayan lah.. kalo skrg sih udah berkarir dirumah jadi Ibu RT 😊

    Liked by 1 person

  7. Siyap… salam kenal juga mbak Dila. Konon, menurut yang saya baca-baca (entah sumbernya di mana saya lupa), pendidikan formal itu tidak akan hilang seutuhnya walaupun kita pindah jalur ketika bekerja. Karena prinsip keilmuan sama-sama bisa dianalogikan ke dalam bentuk keilmuan yang lain.

    Wah, hebat lah, semoga bisa menjadi ibu RT yang baik dan istiqomah dalam mendidik keluarga dan generasi-generasi penerus kita ya mbak.

    Liked by 1 person

  8. Its OK mas Andik hehehe.. Aamin, masih terus belajar pula nih jadi Ibu, belajar ke anak tentang perilaku ini itu.. jadi ilmu kuliah justru makin2 kepake :). Makasih doanya yaaa semoga istiqomah 😊

    Liked by 1 person

  9. Dengan banyak menekuni banyak hal dirimu bisa jadi banyak pengetahuan kan Mbah, jadi mau pilih jalur yang mana aja bisa dan tahu jalannya. Tapi jalur apapun yang dipilih semoga kita ingat untuk selalu konsisten dan sungguh-sungguh.

    Liked by 1 person

  10. banyak orang yang bekerja ga sesuai dengan pendidikan formalnya mas, kayak saya ini, jurusan akuntansi tapi kerjanya dibidang riset, ujung2nya yang kepakai cuma bikin budget 😀

    Tapi saat makin berumur seperti saya :p ini passion terhadap pekerjaan yang digeluti makin menurun, justru muncul passion lain agar merasa lebih damai.

    Liked by 1 person

    1. Iya, kebanyakan seperti itu Mas. Tapi banyak yang bilang juga, sebenernya disiplin ilmu / pendidikan formal kita itu bukan hilang sama sekali walaupun pekerjaan kita sudah ga nyambung sama pendidikan tsb. Hanya saja dianalogikan pola pikirnya ke dalam bentuk yg lain. Just my two cents ya Mas. Ga tau kl mungkin menurut orang lain berbeda pandangannya.

      Like

  11. Saya cukup tersentil dengan statement terakhirnya mas. Ini sama kayak bikin personal branding ke diri sendiri. Sekarang saya masih berada di titik kegalauan mau fokusin ke yang mana dulu, semua-muanya pengen difokusin hahaha *maruk juga rupanya saya* 😀

    Liked by 1 person

  12. Barusan juga kepikir soal ini, Mas Andik 😀 baru bikin tulisan baru juga malah *bukan promosi*
    Apa pun passion-nya, apa pun pekerjaannya, yang penting dilakukan dengan sungguh-sungguh, insya Allah hasilnya nggak akan mengecewakan 🙂

    Liked by 1 person

      1. Numpang nimbrung di sini ya, Mbah dan Ami.

        Aku senyum-senyum baca tulisan Mbah kali ini. 🙂
        Komenku udah aku tulis di tulisannya Ami.

        Ah, master of none and jack of trades…sekarang kalau aku lagi pengin fokus ke sebuah bidang sembari nyicip bidang yang lain. Semoga saling mendukung untuk masa depan.

        MBAH…TULISAN INI BAGUS BANGET! *gak sante*

        Liked by 1 person

  13. terkadang bekerja untuk mendapatkan hasil secara tetap, terkadang juga menjadi professionalisme untuk aktualisasi diri..jika keduanya imbang pasti joss mas.namun sayng kemampuan orang kadang beda beda 🙂

    Like

  14. Orang IT dianggap harus serba bisa soalnya di Indonesia, anggapannya IT adalah satu bidang ilmu saja. Padahal ada software engineering, database, governance, multimedia, dan istilah aneh lainnya. Dan yang bisa menjelaskan cuma orang IT sendiri. Kalau saya sendiri walau belum kerja tapi mulai ‘berdakwah’ soal membedakan lingkup kerja di IT.

    Like

Leave a reply to wiblackaholic Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.