Bismillaah…
Sejujurnya, saya ini termasuk orang yang kurang suka dengan kehidupan perkotaan yang serba ramai. Hiruk pikuk kehidupan kerasnya yang seringkali membuat sumpek. Lalu lalang kendaraan bermotornya yang sudah terlampau sesak oleh kemacetan dan asap-asap hasil buangnya. Atau suasana gedung-gedung bertingkatnya yang seolah membuat sejuk di dalam tapi membuat gerah di luar karena semakin minimnya lahan terbuka hijau.
Sebenarnya sih ya, saya menyambut positif-positif saja segala bentuk perkembangan dan kemajuan kota. Mulai dari infrastruktur jalan yang semakin bagus, transportasi masal yang sudah banyak dicanangkan, bangunan-bangunan megah baru banyak bermunculan yang lekat dengan simbol kemakmuran bangsa, hingga kemajuan di bidang telekomunikasi yang denger-denger sedang berada di generasi 4G. Tapi, kok sepertinya saya masih merasa sesak ya dengan semua prestasi itu. Apa memang karena faktor usia, ataukah memang pandangan saya sendiri yang terlalu konservatif. Ah, apa iya gara-gara orang–orang–orang–ini memanggil saya dengan panggilan “Mbah”, lantas saya jadi terkondisikan dengan terpaksa menjadi kakek-kakek yang berpemikiran kolot. I don’t think so.
Tapi percaya atau tidak, dulu saya sempat berkeinginan menjadi ahli botani yang cukup punya andil dalam memajukan pertanian dan produksi pangan negara ini. Tapi entah mengapa hasrat itu seolah hilang dengan sendirinya karena ternyata saya mengejar cinta #eh cita yang berbeda. Dan dari yang semula mau ke Bogor, langsung berbelok ke Bandung. Ya, pikir saya waktu itu Bandung masih acceptable lah, masih sepi, dingin, suejuk, dan masih sempat mengalami berangkat kuliah dengan jalan kaki sambil bercengkerama menembus kabut di setiap paginya. Kalau sekarang, ya begitulah.
Pada masa itu di Bandung masih lumayan banyak lahan pertaniannya. Saya tahu karena di sekitar tempat kos saya ada beberapa area yang dimanfaatkan untuk SAWAH, bukan sekadar lahan kosong ya. Dan lokasinya pun masih termasuk di tengah kota Bandung. Tapi sekarang sepertinya sawah tengah kota semakin sulit ditemukan. Terakhir saya lewat sana ternyata semua sudah jadi komplek perumahan. Untungnya, di dekat tempat tinggal saya yang sekarang masih ada sebidang tanah yang dimanfaatkan untuk persawahan. Tapi ya, entah bisa bertahan sampai berapa lama lagi. Lihat saja situasinya, sudah dikelilingi rumah, rumah, dan rumah.
Karena saya suka sawah, maka sayang untuk melewatkan kesempatan ini. Mumpung masih ada 😀 . Kadang, saya dan A melakukan ritual jalan-jalan santai di antara bedeng-bedengnya yang memang terbagi menjadi beberapa petak. Bau harum daun padi dan rerumputan basah seakan memberikan alternatif aroma theraphy yang manjur namun gratis. Sesekali juga lari-lari pagi di sore hari di sekitar lokasi agar udara yang terhirup ke paru-paru merupakan udara segar persawahan, bukan udara berpolusi dari knalpot kendaraan bermotor yang sepertinya malah membuat stres.
Saya sih masih punya cita-cita. Suatu saat jika diberi kelonggaran rizki, saya berniat membeli tanah yang luas untuk dijadikan area pertanian, entah kebun, sawah, atau hutan produksi. Aamiin.
Aamiin YRA 🙂 …. ketika Allah menganggap kita amanah pasti dikasih dengan berkah :). Aku yo pengen suatu hari iso berkebun, berternak, bercocok tanam 😀 …. saiki nguli disik… wayahe roda mlaku tekan ndisor… arep munggah hehe :D…tetep semangat….. urip kih lek lurus-lurus wae rodanya tidak berputar 🙂
LikeLiked by 1 person
Sip.. tetap semangat…
LikeLike
wah masih bisa lihat sawah….
semoga keinginannya dapat terkabul ya Mbah 😀
LikeLiked by 1 person
Aamiin.. ah nambah satu lg yg manggil mbah…
LikeLike
ketularan orang orang mbah 😀
LikeLiked by 1 person
Amin… semoga cita-cita jd kenyataan
LikeLiked by 1 person
Aamiin… thanks broh
LikeLiked by 1 person
siip…You welcome..
LikeLike
Kayaknya faktor usia deh Ndik. Saya juga mulai suka gardening 🙂
LikeLiked by 1 person
tosss… sama kita, sama-sama udah mulai tua
LikeLike
tapi saya ndak akan pernah manggil Andik dengan kata Mbah. 🙂
LikeLiked by 1 person
syukurlah
LikeLike
Di Mataram juga persawahan sudah berganti dengan restoran lesehan, perumahan, dan ruko. Padahal dulu di sana ada rambu kalau daerah itu jalur hijau, tapi sekarang bukan perumahan/rukonya yang hilang, melainkan rambu jalur hijaunya. Haduh, tata kota!
Amin, semoga keinginannya tercapai 🙂
LikeLiked by 2 people
Ya, sepertinya di mana-mana juga serupa. Optimasi tata kota ujung-ujungnya yang bisa dikorbankan adalah lahan terbuka hijau. Semoga yang di atas-atas sana bisa lebih mengerti ya. Aamiin…
LikeLiked by 1 person
Amin 🙂
LikeLiked by 1 person
saya juga senang melihat sawah, mbah.
kalau di sekitar kampung tempat saya tinggal seh nggak ada sawah padi, paling adanya halaman yang diisi dengan tanaman hias untuk tujuan dijual. itu pun bagi mereka yang punya halaman luas 😀
LikeLiked by 1 person
Nah, makin jarang kan area pertanian dalam artian penggunaannya untuk produksi bahan pangan. Agak khawatir saya akan ketersediaan bahan pangan kita. Ujung-ujungnya impor lagi. 🙂
LikeLike
Amin. Moga kesampaian keinginannya.
Bandung sendiri sebenarnya sudah mulai crowded kan? Sama halnya pas lagi di Cirebon, perumahan demi perumahan mulai muncul, lahan persawahan mulai deh dirambah. hiks.
Ya udah deh. Gak panggil Mbah lagi. Panggilnya eyang kakung aja. Gimana? *kaboooor*
LikeLiked by 2 people
Yep, Bandung sudah crowded dan panas sekarang. Tapi masih lebih panas Surabaya *kok jadi bahas Surabaya ya*.
*sikaaatt*
LikeLiked by 1 person
hahahaha…. Surabaya kan memang dekat pantai ya?
LikeLike
bukan dekat om, pantai sama isi yg terkandung di dalamnya juga bagian dari wilayahnya… hahaha *lebay*
LikeLiked by 1 person
Hahahaha. Maaf om. Blm pernah ke surabaya sih.
Napa gw jd manggil om mulu yak?
Om… Om. Bagi duit dong buat iphone 6. Hahahaha
LikeLiked by 1 person
😛
LikeLiked by 1 person
wah kalau aku emang di belakang rumah di kampung ada sawah Kang. Kalau lagi makan siang, enaknya duduk di teras belakang, sambil liatin sawah. Adeeeem sepoi-sepooiii
LikeLiked by 1 person
Wah, subhanallaah… itu tempat ideal banget tuh, apalagi sambil santai duduk-duduk ngeteh / ngopi + pisang goreng… semilir pastinya 😀
LikeLike
Sama aja Gan.. Di Bogor juga lahan sawahnya banyak yang udah alih fungsi lahan jadi perumahan ataupun bangunan lainnya.. 😦
LikeLiked by 1 person
Wah nampaknya kasusnya mirip mirip ya… apakah memang jd suatu hal yg tak bs dihindari… ga tau deh
LikeLiked by 1 person
Sebenarnya bisa.. Tapi butuh bantuan pemerintah.. Kata dosen saya, di Eropa, lahan pertanian dipertahankan oleh pemerintah.. Jika sang pemilik tidak mau menjadi petani lagi, maka pemerintah akan membeli lahan tersebut dan menjualnya kepada orang yang niat menjadi petani.. Jadi lahan pertaniannya aman dari perubahan fungsi lahan..
LikeLiked by 2 people
I see… wah, sptnya jauh ya, kualitas pemerintahnya, tapi yaa ga ada salahnya juga kita berharap bahwa pemerintahan yg skrg bisa lebih baik… semoga… aamiin
LikeLiked by 2 people
Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin..
LikeLiked by 1 person
Semoga tercapai Ndik 😀 . Aku juga pengen tinggal ditengah lingkungan yg masih serba hijau, masih bisa menghirup udara segar, msh bisa dengar suara burung liar. Rumah ga pengen luas krn susah ngurusnya haha.
LikeLiked by 1 person
Hahaha… sama mbak, rumah mah yg mungil-mungil saja, tp tanahnya yg luas dan hijau… aamiiin… 😀
LikeLiked by 1 person
Omah dibilang kos ki. Btw kalo mau lebih tengah kota kayanya di daerah antapani juga masih ada sawah. Daerah kompleks yang ditinggalin Latif juga belakangnya masih ada sawah dikit, tapi entah berapa lama lagi bakal berubah jadi rumah2.
Amin, semoga tercapai cita2nya punya kebun ato sawah
LikeLiked by 1 person
Hihihi… siyap om 😀
LikeLike
Amiiiiiin… Mbah, bukan mau nyama-nyamain tapi keinginan yang sama selalu ada. Pengen suatu saat nanti punya tanah di tepi sawah yang disebelahnya ada hutan. Sekarang dikorbankan dulu deh keinginan itu untuk suatu saat bisa hidup di rumah mungil yang langsung lihat sawah dan kalo pagi masih berkabut. Semoga masih kesampaian ada tanah kayak gitu ya Mbah nanti.
LikeLiked by 1 person
Oiya, Amiiin amiiin untuk keinginannya semoga bisa terwujud.
LikeLiked by 1 person
aamiiin.. bukannya mau nglarang-nglarang… nek ancen podo yo wes, hahaha
LikeLike
Hahahaha. Saestu loh niki mboten kok pengen madan-madani Mbah.
LikeLike
Unik banget mas…semoga bisa terus bertahan 🙂
LikeLiked by 1 person
aamiin… makasih mbak Indah
LikeLike
Di daerah rumahku juga masih ada sawah tapi cuma beberapa petak aja, semoga gak jadi kavling rumah juga wkwkw
Aaamiin, Mbah, semoga ya. *latah Mbah
LikeLiked by 1 person
ya, rata-rata begitu sih kondisinya, makin lama makin kepepet, trus jd rumah deh… 😀
ini juga ikutan.. mbah mbah 😛
LikeLike
Rumahku yang di Jogja pada di pinggir sawah Kakaaaak,, klo mudik bisa mainan ke sawah..
*gak mau manggil Mbah ah.. :p
LikeLiked by 1 person
ah, kalau di Jogja kyknya masih relatif lebih banyak lahan persawahan…
*iya nih jadi pasaran
LikeLike
Keren mbah *eh
LikeLiked by 1 person
ya, bisa dibantu mba…………………. kwkwkwkw
LikeLike
amin,mudah2an apa yang di cita2kan terkabul *sambil bantu doa* 🙂
LikeLiked by 1 person
aamiin… makasih doanya mbak… doa yg serupa semoga juga berkah buat dirimu… 🙂
LikeLike
tenang di bekasi pelosok terutama d perumahan eikeh msh banyak sawah n kebon2 😉 tp skr udh rame banget
LikeLiked by 1 person
ga lama lagi tuh kyknya… 😀 *semoga tidak*
LikeLike
eit gk lama lg knpa?
LikeLike
kan bekasi lumayan pesat tuh pembangunannya… 🙂
LikeLike
pesat banget gak sampe 4 tahun harga rmh yg tdnya gocap jeti skr udh 300 jeti lebih hiks
LikeLiked by 1 person
Amiin, semoga cita2nya jadi landlord tercapai. Tapi yg amanah yaa..
Rumahnya mas Andik mewah..
Mepet sawah 👍👍👍
Btw, anggap panggilan mbah itu panggilan keramat, dituakan, disegani. Soalnya kalo dipanggil Dik nanti banyak yang protes.
#pake cream antiaging
Aq juga punya draft hampir mirip nih, tapi blm rapih.
LikeLiked by 1 person
Nggih… aamiin… matur nuwun nggih…
ngomong-ngomong soal keramat, ternyata ini sudah hari jumat, saya belum bikin post EF bertema surat, wah… gawat
LikeLike
Whuaaa, betoooll.. Jumat keramat!
Ah, mending sunah rosul aja mah saya..😁😁
LikeLiked by 1 person