Bismillaah…
Sekitar tahun 2009an saya pernah diundang untuk interview kerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang investasi dan (kebetulan) berlokasi di Jakarta. Singkat kata… proses interview berjalan layaknya seperti tidak sedang interview (lha kok?!). Ya memang begitu kenyataannya. Si bapak yang “katanya” mau meng-interview saya begitu melihat dan bersalaman, langsung bilang, “Mas, Anda tidak ada niatan kerja di sini kan? Gapapa, kita ngobrol-ngobrol saja lah.. yuk”. Wah, sakti bener si bapak. FYI, memang benar waktu itu saya tidak ada niatan untuk bekerja di tempat tersebut. Hanya bermaksud memenuhi janji kepada teman yang sudah susah payah memberikan tawaran pekerjaan. “Pokoknya datang saja dulu, masalah gimana-gimananya itu urusan nanti”, begitu katanya waktu itu.
Tapi, jangan dikira kami hanya ngobrol-ngobrol biasa. Si bapak rupanya ada agenda dan request khusus, “kita ngobrolnya pake bahasa Inggris ya Mas. Tapi juga harus diseling-selingi bahasa Indonesia atau Jawa. Biar rame. Mas dari Jawa kan? Sama saya juga. Tapi yang semi formal ya, bukan campuran Inggris-Indonesia nya Cinta Laura. Kalau perlu itu slide yang sudah Anda siapkan boleh lah sembari ditunjukkan ke saya sekali-kali”. Walah, ini mah presentasi namanya, bukan ngobrol. Hehehe. Dengan tidak pedenya, saya pun menjawab, “bo.. boleh Pak”. Karena saya sadar betul bagaimana kacaunya kemampuan berbahasa saya. Ngomong formal dengan bahasa ibu saja suka tidak jelas runutannya, apalagi harus dicampur bahasa asing dan daerah. Entah mengapa dari dulu untuk urusan bahasa saya selalu harus memeras otak beberapa kali lipat dibanding berpikir soal logika biasa. Rasanya saya lebih suka berurusan dengan gambar daripada dengan grammar.
Dan percakapan yang tampaknya berat sebelah pun dimulai, kira-kira begini ringkasannya:
(S = Saya, B = Si bapak)
S: bla bla… mmm, bla bla…
S: bla bla bla…
B: (memotong) bla bla bla bla…
…
…
…
S: bla bla… mmm, bla bla bla
B: Mas, nampaknya lidah Anda itu sudah keseleo dari sononya
S: Wah, maksudnya gimana Pak?
B: Begini, dari tadi saya memperhatikan susunan kalimat yang Anda utarakan. Sepertinya Anda tidak berbakat untuk fluent dalam bahasa apapun, termasuk bahasa Indonesia. Terlebih bahasa Inggris. Kerasa tidak?
S: Iya kayaknya Pak. Ada saran ga Pak gimana biar saya bisa maju, soalnya melihat orang-orang “itu” kok sepertinya lancar-lancar saja. Bahkan kalimat yang keluar saat mereka presentasi itu bisa terlihat keren gitu Pak.
B: Nah, ini kesalahan Anda yang pertama. Anda cenderung mencontoh cara komunikasi orang atau tokoh yang sudah sangat sempurna pengucapan kalimatnya. Anda tidak menjadi diri Anda sendiri. Yaa.. mencontoh sih boleh, tapi hanya sebatas referensi.
S: Ooo.. gitu
B: Ini ada hubungannya juga dengan kebiasaan buruk Anda yang kedua.
S: Apa itu Pak?
B: Kalau saya perhatikan, Anda terlalu berpikir detail akan setiap kata yang mau Anda ucapkan. Jangan begitu Mas. Bahasa lisan beda dengan tulisan. Bahasa lisan usahakan mengalir saja. Ga usah terlalu dipikir dalem-dalem. Kesuwen Mas. Anda bukan hendak membaca puisi kan. Beda halnya dengan bidang Anda, engineering. Wajar kalau dipikir secara detail. Wajib malahan.
S: Hmmm… I see. Memang sih Pak. Kadang saya juga berpikir kalau kecepatan berpikir saya itu sering tidak sama dengan kecepatan mulut saya dalam melafalkan kata-kata. Mikirnya kemana, keluarnya apa.
B: That’s the point. Usahakan let it flow aja Mas. Ga usah terlalu bergaya seperti Mario Teguh.
S: Siyap Pak, terima kasih wejangannya.
…
Setelah dipikir-pikir, bersyukur juga ngobrol-ngobrol dengan si bapak. Jadi tahu diri, harus banyak belajar. Cara ngomong saya waktu itu memang sangat berantakan, seperti kata pepatah londo yang berbunyi:
Vocabulary pating pecotot, kosakata asal nyomot
Pronunciation pating gratul, bertutur pun amburadul
Saking terngiang-ngiangnya dengan wejangan dari si bapak waktu itu, saya ingat pernah menemukan infografik yang cukup menarik tentang kesalahan pengucapan yang sering kita lakukan. **agak kurang nyambung 😛
———————————————
Sumber gambar:
http://www.hongkiat.com/blog/life-lessons-posters/
seolah olah mencerminkan kehidupan saya sehari-hari Ndik 😀
saya masih inget Prof. saya mencak-mencak ketika dia salah paham gara-gara pengucapan saya mirip antara “factor” dan “vector”. Dia nya yang depresi sih 😀
LikeLike
eh terus begimana akhirnya interview nya ..
kata2 beriramanya di akhir tulisan sangat khas Andik 😀
LikeLike
heheh… endingnya bukan berujung saya kerja di sana, kerjasama yg lainnya… malah beliau sempat mereferkan bbrp org buat dikenalkan ke sy… alhamdulillah ada sebagian project yg digarap bareng…
LikeLiked by 1 person
keren ya bisa nambah koneksi. si bapak interviewer nya juga baik ya ngasih kritik nya konstruktif. jarang jarang ya ada interviewer yg seperti itu.
LikeLike
saya juga baru kali itu bertemu dgn interviewer yg baik mau ngasih kritik membangun…
LikeLike
Lol, I need one of these for arabic!
LikeLike
Well… that would be great if there’s any references in arabic version.. 😀
I think every language has its own interesting stories about misspelling… 😀
LikeLiked by 1 person
Jarang-jarang ini. Biasanya interviewer melulu membaca (menggali) si interviewee, ini malah kasih feedback. Asyik juga si Bapak. 🙂
LikeLike
iya… keren memang… jadi nambah ilmu 🙂
LikeLike