Tuhan tidak bermain dadu

Tuhan Tidak Bermain Dadu


Bismillaah…

Entahlah… di sela-sela kepanikan kesibukan saya terkait product development yang in sya Allah sebentar lagi mau release, rasanya kok semakin gatel ingin membahas soal kejadian acak atau randomness. Apa hubungannya??? Ya justru itu yang mau saya bahas. 😛

OK.. kita mulai saja dari judul posting kali ini yang sengaja saya cuplik dari salah satu quote seorang ilmuwan besar Albert Einstein yang panjangnya lebih kurang begini: “As I have said so many times, God doesn’t play dice with the world“. Nah, kira-kira apa landasan pemikiran Einstein hingga muncul pernyataan tersebut? Mungkin saya terlalu bodoh untuk mengerti bagaimana dasar penalaran beliau yang dikenal begitu “eksentrik” itu. Saya mungkin juga tidak akan “kuat” jika disuruh memahami teori atom atau mekanika kuantum terlebih dulu biar paham pola pikirnya. Apalagi jika diharuskan mempelajari biologi molekular yang notabene saya babar blas dalam bidang tersebut. Tapi saya akan coba selaraskan dengan apa yang selama ini saya pahami melalui pendekatan pragmatis saja. Semoga cukup simpel dan masuk akal. CMIIW…

quote-Albert-Einstein-god-does-not-play-dice-40990

Saya mau cerita dulu dari definisi dan latar pendekatannya…

Kejadian atau peristiwa acak (random) pasti melibatkan “sesuatu” yang ditengarai acak. Nah, sesuatu itu apa? Sesuatu itu bergantung pada jenis kejadiannya, atau batasan yang kita tentukan sendiri dalam pengenalan pola acak. Misal: keacakan posisi tepat jatuhnya daun dari sebuah pohon di suatu area, yang dinyatakan dalam satuan/bilangan x meter dari pagar halaman sebelah utara, dengan asumsi parameter kecepatan angin n meter per detik konstan ke arah barat. Permasalahannya, bilangan dan parameter yang kita tentukan bukan menyatakan kondisi acak itu sendiri, melainkan hanya berupa hasil dari proses acak. Itu berarti… definisi proses acak memang belum diketahui (undefined).

Kita pun dengan berbagai teori keilmuan kemudian menciptakan teori peluang (probability) untuk mendekati proses acak, yang pada prinsipnya setiap set kejadian mempunyai peluang sama besar dengan set kejadian yang lain dalam satu lingkup proses acak. Tapi teori ini tetap menghasilkan ketidakpastian dari proses acak yang terjadi. Misal: dari 100 kali lemparan dadu, bisa saja ada sebanyak 99 kali muncul angka 1. Kan tidak harus mendekati nilai peluangnya (1/6 x 100). Ada yang bilang kalau teori peluang itu akan semakin cocok jika melibatkan percobaan dalam jumlah besar. Tapi bagaimanapun juga tetap tidak terdefinisi sebesar apa bilangannya? 1 juta? 1 milyar? ~ (tak hingga)? Ya… masa kita mau melempar dadu sampai milyaran kali hanya untuk menemukan pola hasil dari proses acak. Itupun baru pola.

Kemudian kita mengenal dunia komputasi digital yang “katanya” kita dapat lebih mudah menyimulasikan apa-apa yang terjadi di dunia nyata untuk dibawa ke dunia maya, termasuk simulasi kejadian acak yang sedang kita bicarakan ini. Pertanyaan mendasar, lha yang menentukan angkanya siapa? Komputer tidak mungkin kita suruh untuk menentukan angkanya sendiri dengan melempar dadunya sendiri. Yang kita kenal sekarang, komputer hanya akan menerima masukan (input), lalu mengolahnya menjadi keluaran (output). Sehingga, muncullah algoritma pembangkitan bilangan acak yang kita kenal sebagai pseudo random generator. Kata pseudo menunjukkan bahwa nilai acak yang dihasilkan hanya berupa nilai semu, tidak sama dengan kondisi acak sebenarnya di dunia nyata. Mengapa tidak sama? Karena hasilnya diperoleh dari fungsi yang memanfaatkan hasil iterasi sebelumnya, dikalikan suatu konstanta, lalu dicari sisa hasil baginya (modulo). Tapi sudahlah, bahasa matematis seperti ini biarlah para ahlinya yang menjelaskan. Kalau saya yang menjelaskan nanti tambah mumet. Kebetulan saya hanya coba-coba memetakan hasil pencacahan bilangan acak bulat (dari 0 – 240) oleh komputer dengan tampilan grafis sederhana berikut ini. Beberapa kali dicoba hasilnya pun “mirip”.

blogacak

Bagaimana jika ternyata alam semesta ini tidak bergerak random?

Apakah contoh pelemparan dadu di atas benar-benar murni bersifat acak. Atau sebenarnya kita hanya belum bisa menemukan semua parameter atau variabel yang mempengaruhinya. Saya pikir pernyataan kedua lebih “masuk akal”. Bagaimanapun juga seluruh isi alam semesta terikat pada satu hukum yang sama. Satu hukum yang memiliki keteraturan luar biasa, hingga semua member-nya pasti tunduk pada aturan yang sama tanpa kecuali. Hanya saja apakah kita bisa memahami semua bentuk keteraturan seutuhnya itu. Jawabannya jelas tidak mungkin.

Ambil saja contoh kasus pelemparan dadu di atas. Kalau kita mau, kita bisa saja menambakan parameter-parameter yang “mungkin” mempengaruhi hasil lemparan seperti: sudut pelemparan, posisi awal dadu saat di tangan, tinggi pelemparan, berat dadu, bahan dadu, kelembaban udara sekitar, kerataan lantai, bahan lantai, angin, keringat di tangan, kondisi mental kita saat melempar, energi yang digunakan untuk melempar, kerapatan debu, dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Parameter-parameter itu mau diangkakan dan dihitung? Gila aja… itulah mengapa kita tidak akan mungkin memahami semua hukum yang berlaku tanpa kecuali. Yang ada hanyalah asumsi pengkondisian ideal.

Bagaimana mau memahami semuanya, lha wong menentukan berapa banyaknya angka 3 di belakang koma dari hasil 10 dibagi 3 saja kita tidak bisa. Padahal sistem angka itu kita ciptakan sendiri untuk standardisasi pengukuran parameter. Atau yang lebih natural, menghitung berapa banyak rambut yang tumbuh di kulit kita dalam satu waktu pun juga hampir impossible. Belum lagi menentukan seperberapa detik sih satu satuan frame kehidupan kita ini. Mungkin tidak ya suatu saat nanti akan ada konstanta kehidupan universe frame per second. Bisa dibayangkan berapa kapasitas mesin yang sanggup me-render hanya satu buah frame di alam semesta ini. Hehe… Jawabannya pasti disimbolkan dengan ~ (tak hingga) jika kita kaitkan dengan pembahasan matematis. Padahal sebenarnya jawaban ~ (tak hingga) itu hanyalah cermin keterbatasan kita dalam memahami faktor deterministik[1] yang mempengaruhi semua kejadian di alam ini. Lebih blunder lagi jika faktor pembaginya adalah bilangan yang menyatakan ketiadaan (angka 0). Hasilnya kalau kita lihat di kalkulator biasanya akan muncul sebagai E, yang artinya error, sistem tidak dapat menghitungnya, dengan kata lain tak terdefinisikan.

Ada satu film menarik yang menurut saya sangat berkorelasi dengan pembicaraan kita soal faktor deterministik yang mempengaruhi keteraturan alam semesta, judulnya Limitless. Di-release sekitar tahun 2011 an. Menariknya, di film tersebut diceritakan ada obat yang dapat membuka potensial otak kita hingga mendekati 100%. Sehingga si pemakai obat dapat dengan mudah mengenali semua parameter-parameter deterministik di kehidupan sehari-harinya. Bisa dibayangkan, apa yang tidak bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar tahu persis bagaimana semua kejadian bakal terjadi. Di situlah serunya film ini. Tapi yang lucu adalah justru tidak dijelaskan apa formula obatnya kok bisa sampai berefek seperti itu. Ya… balik lagi, keterbatasan.

Nah, bagaimana halnya dengan kelahiran, jodoh, mati, atau musibah seperti gunung meletus, tsunami, dan lain-lain. Sama saja. Kita tidak mungkin dapat menentukan secara pasti kapan kejadiannya, seperti apa kejadiannya, dan dimana terjadinya. Yang bisa kita lakukan hanyalah melalui pendekatan dan pendekatan dengan memperbanyak deduksi pemahaman tentang parameter-parameter yang mempengaruhinya.

Pendekatan yang paling populer adalah melalui pendekatan religi.

Bisa dibayangkan, sistem hukum keteraturan alam semesta yang begitu luar biasa kompleks, hingga kita sendiri tidak dapat mengira-ngira sampai sedetail apa cakupannya. Selain detail juga amat sangat besar sekali. Bagaimana mungkin sistem yang “sakti” itu terjadi dengan sendirinya. Pastinya semua made by design. Dan sudah pasti ada something great behind that. Sehingga satu pendekatan yang tersisa hanyalah dengan keimanan (faith).

Menurut agama yang saya anut, Islam, bahwa tidak ada satu kejadian pun di alam semesta ini yang tidak berjalan atas izinNya. Bahkan sampai daun yang jatuh dari pohonnya sekalipun. Semua sudah ditentukan ukurannya oleh Sang Maha Pencipta, Allah. Mohon maaf, saya tidak membahas agama lain, karena saya memiliki pengetahuan yang minim terkait hal tersebut.

“yang kepunyaanNya lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan tiap ukuran atau kadarnya dengan serapih-rapihnya” QS. Al-Furqaan:2

Bagaimana halnya dengan faktor pilihan (choice)? Bukannya manusia dan makhluk-makhluk lainnya diberi hak untuk memilih? Benar. Kita diberi kebebasan untuk menentukan, menimbang, dan akhirnya memilih untuk melakukan satu hal instead of hal-hal lainnya yang mungkin juga memiliki kesempatan yang sama untuk dapat kita lakukan, seperti halnya sekarang ini saya memilih untuk menulis posting di blog dengan judul “Tuhan Tidak Bermain Dadu”, daripada mencuci baju atau sekadar makan. Ya… kembali lagi, itu semua soal keimanan. Di dalam Islam ada yang namanya qadha dan qadar, yaitu: ketetapan/hukum/aturan dan kadar/ukurannya. Dia yang menetapkan aturannya, Dia yang menentukan kadarnya, sehingga Dia juga sudah pasti tahu apa yang kita pilih. Simpel.

Lalu apa gunanya kita belajar science, kedokteran, engineering, politik, ekonomi, bahkan seni, jika semuanya berujung pada keimanan doang? Kan agama memang diturunkan bagi orang-orang yang berpikir. Simpel juga.

Jadi, Tuhan memang tidak sedang main dadu dalam meng-create alam semesta ini. Karena kata Bang Rhoma, bermain dadu adalah judi, judi itu dosa, dan dosa itu terlalu… Hehehe… yang ini jangan dianggap serius ya…

Wallaahualam…

——————————————————–

[1] Deterministik didefinisikan sebagai kondisi yang menyatakan bahwa perubahan sekecil apapun yang terjadi di alam semesta ini, akan turut mempengaruhi hasil akhirnya.

Gambar di-copy dari: http://fairchildbros.com/blogs/phill/19-motivational-quotes-from-albert-einstein/

15 thoughts on “Tuhan Tidak Bermain Dadu

  1. Ini tulisan mas Andik yang begitu dinamis menurut saya, ditengah kesibukan padat shoting, eh produksi sempat menurunkan soal dadu, sains, sistematis, sampai pada film yang jika tidak salah saya juga sempat melihatnya. Tak kasih jempol dua, keren 🙂

    Like

    1. ya.. saya juga pernah baca kalo ga salah… makanya menurut saya, acak bagi kita belum tentu acak bagi Tuhan, karena memang kita tidak akan sanggup memahami keacakannya… **tambah mumet hehehe

      Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.