Bismillaah…

Saya akan memperjuangkan hak rakyat kecil…
Ungkapan tersebut sekilas terlihat seperti mengandung semangat positif yang cukup heroik dan marak di kalangan para pemimpin dan calon pemimpin menjelang pemilu 2014. Namun tidak banyak yang melihat bahwa ungkapan tersebut justru bernilai sebaliknya.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa pernyataan tersebut lebih cenderung bertendensi negatif:
- si pengucap jelas bukan bagian dari rakyat kecil, jika memang termasuk rakyat kecil bukankah seharusnya pernyataannya diubah menjadi, “Saya akan memperjuangkan hak kami, rakyat kecil”
- definisi “rakyat kecil” di atas kurang mewakili subyek, dalam artian siapa sebenarnya yang pantas disebut sebagai “rakyat kecil”, apakah pengemis? gelandangan? petugas kebersihan? buruh? apakah golongan-golongan yang “dituduh” sebagai rakyat kecil memang benar seperti itu pengertiannya? atau justru “rakyat kecil” adalah golongan orang yang tidak mau dan tidak mampu ikut campur dalam pengaturan kehidupan bernegara? bukankah semua orang mempunyai hak yang sama dan telah diatur undang-undang?
- jika definisi “rakyat kecil” didasarkan atas kemampuan materi, maka sungguh kasihan anak-anak usia sekolah di daerah-daerah pelosok sudah didikotomikan secara prematur sebagai “rakyat kecil” hanya karena mereka masih ternaungi oleh orangtua-orangtua mereka yang kebetulan termasuk “rakyat kecil” sesuai pengertian di atas, bukankah anak-anak itu sangat mungkin mempunyai potensi yang luar biasa besar, jauh daripada orangtuanya?
- jika memang pernyataan itu harus selalu ada ketika menjelang pemilu, maka otomatis “rakyat kecil” juga harus SELALU ada, lalu di mana letak perjuangannya? apa yang sebenarnya diperjuangkan selama ini?
- pernyataan diawali dengan kata “saya”, menunjukkan tingkat arogansi yang tinggi untuk sebuah pekerjaan mengatur negara, terlebih pekerjaan tersebut bermuatan amanah dari banyak orang, bukankah pelaku negara itu adalah semua rakyatnya? pemimpin hanya sebagai pengemban tugas untuk memberikan arahan, teladan, dan menerima tanggung jawab, selebihnya… yang melakukan eksekusi berjamaah adalah semua rakyat tanpa terkecuali, termasuk pemimpin tentunya
- jika pernyataan tersebut dilanjutkan, maka kalimat yang paling memungkinkan untuk dilekatkan setelahnya adalah “… maka pilihlah saya sebagai pemimpin”, kata “pilihlah” berarti menyuruh, bukan mengajak, atau terlebih lagi memberi, jika sudah begini, lalu di mana letak jiwa kepemimpinan yang sesungguhnya? bukankah pemimpin yang baik itu adalah yang selalu mengajak dan berjuang bersama?
———————————————————————————————————————
**Bukankah kita ini rakyat besar, bangsa besar, yang seharusnya malu jika tidak bersikap sebagaimana layaknya sebuah bangsa yang besar?? Apakah kita terima begitu saja disebut sebagai rakyat kecil atau masyarakat kelas rendahan??