Be Positive, Ga Pake Tapi-tapian


X: “Aku sayang ama kamu sejak kamu hadir di situ, tapi sekarang kamu tuh ga tau kalo aku sayang kamu, kamu tuh ga pernah… ” (dengan nada agak membentak)
Y: “Itu dia masalahnya Gas, aku ga pernah bener-bener tau… Aku nunggu Gas.. nunggu… Tapi akhirnya aku sadar satu hal, kamu ga sesayang itu sama aku…”

Ya.. penggalan kalimat di atas adalah sedikit cuplikan dari dialog yang ada pada adegan film Alexandria dan terdapat juga pada lirik lagu “Menunggu Pagi” yang dibawakan oleh grup band ternama asal Bandung, Peterpan. Dialog itu muncul kira-kira pas menit kedua detik ke-19 pada lagu tersebut. Tapi, di sini saya tidak akan membahas jalan cerita yang ada pada film Alexandria ataupun mengupas tuntas makna tersirat yang terdapat pada lagu “Menunggu Pagi”, apalagi membahas tentang Peterpan (hadeu.. hadeu.. -_-‘). Kutipan dialog di atas hanyalah sebagai ilustrasi pembuka dari apa yang akan kita bahas kali ini.

Jika kita perhatikan (terutama bagi yang sudah pernah “mendengar” dialog ini), bahwa si cowok X dengan nada penuh emosi mengungkapkan kekesalannya, ketidakterimaannya, kekecewaannya terhadap si cewek Y. Coba kita cermati lebih dalam, apa sih sebenarnya yang menyebabkan cowok X terlihat begitu kecewa, bahkan sampai membentak-bentak si cewek Y? Kesal karena cintanya tidak diterima kah? Menyesal karena telah merasa memberikan banyak hal kepada si cewek Y kah? Ataukah hanya sebagai ungkapan kekecewaan atas reaksi penolakan cewek Y yang tidak sesuai dengan keinginannya? Yang jelas semuanya bisa menjadi latar belakang atas terjadinya konflik yang digambarkan pada dialog tersebut.

Dalam permisalan yang lebih umum, misalnya dalam hubungan pertemanan, sering kita jumpai banyak kasus ketidakharmonisan yang terjadi, entah itu karena salah paham, mood yang sedang kurang bagus (lagi bete bo’), atau bisa jadi karena memang ada pihak yang benar-benar kurang benar dalam menempatkan niatnya (halah… membingungkan ya 😛 ). Ketidakharmonisan yang ter-expose pun bisa bermacam-macam. Ada kalanya emosi sampai mencuat ke permukaan, sampai “misuh-misuh” kalau orang Jawa bilang (saya pikir untuk pisuh-memisuh tidak perlu dicontohkan ya 😀 ). Bisa juga yang terjadi adalah kasus yang nampaknya lebih sering terjadi pada hubungan inter-personal di sekitar kita, yaitu konflik batin. Mulai dari curhat ke teman yang dianggap relatif “aman”, diam karena ga enak hati, sampai perang dingin dengan tidak saling menyapa adalah hal-hal yang biasa terjadi akibat adanya konflik batin ini. “Wah… si A kok gitu sih, padahal gue udah membantu dia mati-matian”, “Kok sepertinya ga ada yang mau mengerti aku sih 😦 “, “Apa salah saya kok tiba-tiba dia begitu??”, serta ungkapan-ungkapan setipe lainnya adalah sebagai contoh ekspresi yang sangat wajar terjadi jika kita sedang ada masalah dengan seorang atau beberapa orang dalam lingkup relationship kita. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa sampai timbul ekspresi-ekspresi seperti ini? Dari mana sih datangnya perasaan ga enak yang seringkali “ngganjel” di hati ini? (kadang-kadang saya ini memang aneh, hal-hal yang normal kok dipertanyakan.. hehe).

Ok… Sebelum kita melihat orang lain, ada baiknya jika kita kembalikan ke diri kita sendiri dulu. Salahkah jika kita berniat membantu teman yang sedang membutuhkan bantuan? Kurang terpujikah jika kita memberikan sesuatu kepada orang lain agar orang itu bersikap baik juga ke diri kita? Atau berdosakah jika kita berkorban untuk saudara kita yang sedang kesulitan agar suatu saat jika kita berada di posisinya dia juga akan melakukan hal yang sama untuk kita? Saya pikir tidak ada yang salah selama niat kita baik. Tapi, apakah lantas kita jadi marah jika teman yang kita bantu, bilang “terima kasih” pun tidak? Apakah kita jadi tersinggung hanya karena orang yang kita beri hadiah malah jadi cuek bebek? Apakah kita selalu sewot jika ada orang lain yang tidak sesuai dengan kemauan kita? Ya… pada akhirnya semua bisa kita runut bahwa ujung-ujungnya memang bergantung diri kita sendiri. Cara pandang kita akan sangat menentukan bagaimana kita menyikapi suatu hal. Diantara banyaknya “collision” yang terjadi dalam kehidupan ini, satu hal… Be positive!!! Berusahalah untuk selalu berpikir positif. Dengan berpikir positif, setidaknya kita bisa memandang segala sesuatu secara lebih obyektif. Dengan berpikir positif, kita bisa mengurangi apa yang “seharusnya” tidak mengganjal di hati. Kita ya kita, bukan orang lain. Kita tidak akan pernah bisa menjadi orang lain, apalagi mengubahnya sesuai kemauan kita. Yang bisa kita kendalikan hanyalah diri kita sendiri. Kalau mau berbuat baik ya berbuat baik saja, jangan pernah berharap bahwa orang lain akan sesuai dengan yang kita mau.

Yah, semoga bisa sedikit mengingatkan, khususnya untuk saya sendiri mengenai pentingnya berpikir positif ini. Sedikit review, mungkin ada yang pernah mendengar prinsip semacam ini: “Kamu baik saya baik, tapi jika saya dijahati, saya akan membalasnya dengan lebih jahat”. Sudahlah… ga usah pake tapi-tapian, udah ga njaman coy… Cukup begini saja: “Saya baik kamu baik”, itu jauh lebih baik 😉 . Ok… Marilah kita sama-sama belajar menciptakan atmosfir relationship yang “enak” dengan berpikir positif. Don’t think twice, think positive!!!

21 thoughts on “Be Positive, Ga Pake Tapi-tapian

  1. mmm… inget moto anak genk motor ga kut?
    itu lho : ” loe asik gue santai, loe usik gue bantai”
    hehe… so be our self is better than usik” kehidupan orang lain ^___^
    kayake comment-q ga nyambung deh, huehehehehe 😀

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.